KedaiPena.Com – Sejumlah pihak diminta menyambut baik adanya kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dengan unit usaha Kalla Group, PT Bumi Sarana Migas (BSM), dalam megaproyek terminal energi terpadu di Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten senilai Rp 10 triliun.
Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi mengatakan, kerja sama itu akan meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengamankan suplai pasokan gas di dalam negeri, khususnya untuk wilayah Jawa bagian barat.
“Ini bisa menjadi salah satu bagian dalam perencanaan sistem ketahanan energi nasional. Kerja sama ini juga menjadi solusi jangka panjang pemenuhan gas (LNG) domestik,” kata dia di Jakarta, Selasa (22/11).
Sayed menjelaskan, dengan ditunjuknya Pertamina sebagai satu-satunya pembeli (offtaker) produk kilang tersebut menandakan bahwa perseroan bisa memegang peranan penting dalam suplai gas (LNG) ke depannya.
“Sekarang tinggal diawasi secara bersama saja sistem bisnisnya apakah berjalan transparan dan terbuka. Terpenting, Pertamina sebagai BUMN jangan sampai mengalami kerugian,” jelas dia.
Menurut Sayed, selain Pertamina dan PT BSM, megaproyek pembangunan kilang tersebut juga melibatkan perusahaan asing, yakni Tokyo Gas dan Mitsui.
Di satu sisi, Sayed juga berharap Pertamina bisa menjadi operator dalam megaproyek pembangunan kilang energi terpadu tersebut.
“Alasannya sederhana, Pertamina sangat berpengalaman mengelola kilang. Semua kilang skala besar di republik dioperatori oleh Pertamina,” jelas dia.
Sebelumnya, juru bicara Pertamina Wianda Pusponegoro pernah berkomentar, perseroan sangat siap menjadi offtaker di dalam megaproyek tersebut asalnya diikutsertakan dalam kepemilikan saham.
Sekedar informasi, kompleks terminal energi terpadu tersebut akan diisi oleh terminal penerima LNG dan regasifikasi, kilang minyak baru, dan PLTGU berkapasitas 1.000 MW hingga 2.000 MW.
Seluruh proyek ini dibangun di luar peta perencanaan Pertamina, atau di luar program Refinery Development Master Plan (RDMP) bagi empat kilang existing dan dua kilang Grass Root Refinery (GRR) baru.
Selain itu, pembangunan PLTGU di dalam kompleks tersebut juga di luar Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PT PLN (Persero) dari tahun 2016 hingga 2025.
Megaproyek ini diharapkan bisa beroperasi pada 2020, di mana fasilitas terminal penerima LNG bisa berjalan terlebih dahulu. Pada tahap pertama, kapasitas terminal LNG akan sebesar 500 MMscfd. Namun, kapasitasnya akan diperbesar menjadi 1.000 MMscfd di tahap kedua.
Di satu sisi, berdasarkan data Pertamina, Jawa Barat telah mengalami defisit gas sebesar 315 MMscfd pada 2015. Angka ini diproyeksikan meningkat tiga kali lipat menjadi 962 MMscfd pada 2025.
Secara nasional, Indonesia diprediksi mengalami defisit gas sebesar 1.013 MMscfd pada 2015. Defisit ini akan meningkat menjadi 3.206 MMscfd pada 2025.
Laporan: Anggita Ramadoni