KedaiPena.Com – Pengamat Ekonomi Energi UGM yang juga mantan anggota Tim Anti Mafia Migas Fahmy Radhi menilai bahwa Pertamina tak layak mengeluh dengan penugasan Pemerintah atas penyaluran BBM Ron 88 dengan harga yang terjangkau bagi rakyat.
Fahmy mengatakan hal tersebut lantaran pemerintah telah memberi kompensasi dengan beberapa blok hulu migas, utamanya Blok Mahakam yang secara resmi dialih kelolakan kepada Pertamina per 1 Januari 2018.
Fahmi kemudian mengasumsikan dengan share down 39% saham Blok Mahakam, Pertamina akan memeproleh cash inflow dalam bentuk fresh money sebesar USD 3,68 (39% X USD 9,43 miliar) atau Rp. 47,84 triliun.
“Berdasarkan produksi sebelumnya, potensi pendapatan netto, setelah dikurangi cost recovery, selama tahun 2018 diprediksikan akan mencapai sebesar USD 317 juta atau sekitar Rp4,12 triliun,” jelas Fahmy dalam keterangan tertulisnya Selasa (2/1/2018).
“Dengan pemberian pengelolaan Blok Mahakam, Pertamina memperoleh tambahan asset sebesar Rp122,59 triliun, fresh money sebesar Rp47,84 triliun, dan pendapatan netto per tahun sebesar Rp. 4,12 triliun,†sambung Fahmy.
Fahmy menjelaskan potensi kerugian Pertamina akibat tidak dinaikkan harga BBM penugasan, jauh lebih kecil jika dibandingkan kompensasi dari pemerintah.
Potensi akibat tidak ada penyesuaian harga, kata Fahmy, diperkirakan hanya debesar Rp. 19 triliun dan sesungguhnya itu sangat tidak sebanding dengan tambahan asset dan pendapatan, yang diterima Pertamina.
“Bahkan, jika ditambahakan biaya penugasan BBM Satu Harga sebesar Rp. 800 miliar per tahun, potensi kerugian sebagai opportunity loss masih sangat kecil,†ujar dia.
Selain itu, meskipun harga BBM penugasan tidak dinaikkan, komponen biaya penugasan dan margin Pertamina juga sudah dimasukkan sebagai komponen biaya dalam penetapan harga BBM Penugasan.
Jadi, kata Fahmy, tidak ada alasan bagi Pertamina untuk selalu mengeluhkan beban biaya penugasan BBM yang harus ditanggung Pertamina, baik akibat kebijakan tidak menaikkan harga BBM penugasan, maupun kebijakan BBM Satu Harga.
“Keluhan-keluhan tersebut mengindikasikan seolah Pertamina merasa keberatan dalam menjalankan penugasan Pemerintah. Kalau benar Pertamina keberatan menjalankan penugasan Pemerintah, pemegang 100% Saham Pertamina, lalu siapa lagi yang harus menjalankan penugasan tersebut?†Sesal dia.
Tidak hanya itu, lanjut Fahmy, dengan tambahan non-cash asset, cash flow dan pendapatan dari Blok Mahakam, Pertamina tidak sepantasnya selalu mengeluh atas beban penugasan Pemerintah, bahkan Pertamina harus berterima kasih kepada Pemerintah atas pemberian pengelolaan Blok Mahakam.
“Pertamina juga sudah seharusnya bertambah peka dan peduli terhadap rasa keadilan rakyat, dengan mendukung keputusan Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM penugasan hingga triwulan 2018, bahkan sepanjang tahun 2018,†pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh