KedaiPena.Com – Upaya untuk menopang biodiversitas sekitar 200 spesies ikan dan meningkatkan kualitas air di Teluk Jakarta, maka dilakukan konservasi media tumbuh kembang bagi kerang hijau yang memiliki fungsi filter feeder.
Kepala Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BUSKIPM), Woro Nur Endang Sariati menyampaikan sangat penting untuk menjaga spesies yang dilindungi undang-undang.
“Restorasi Kerang Hijau dengan memberikan media tumbuh di dasar laut agar kerang hijau dapat tumbuh dan berkembang biak. Dan keberadaan kerang hijau ini bisa membantu menjernihkan air di Teluk Jakarta dan menopang biodiversitas spesies di sana,” kata Woro dalam rangkaian acara Bulan Mutu Karantina, Peduli Lingkungan BUSKIPM 2021 bersama Wild Life Conservation Seaworld di Ancol, Jumat (28/5/2021).
Ia menyampaikan kerang hijau yang hidup di Teluk Jakarta ditemukan mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), cadmium (Cd), timbal (Pb), krom (Cr) dan timah (Sn).
“Kerang Hijau (perna viridis) merupakan filter feeder atau filter alami dari perairan laut yang dapat memperbaiki kualitas air. Mereka mendapatkan makan dan menghisap air dalam jumlah besar kedalam tubuh dan menyaring alga dan zat-zat lain membuat air laut lebih jernih dan bersih untuk kehidupan laut,” tuturnya.
Restorasi Kerang Hijau ini, lanjutnya, akan menopang lebih dari 200 spesies ikan, meningkatkan jumlah biota di titik restorasi serta meningkatkan kualitas air dan gugusan kerang hijau yang berfungsi sebagai ginjal di pesisir laut.
“Gugusan kerang hijau ini akan menyaring polusi dalam jumlah besar dikolom air laut,” tuturnya lebih lanjut.
Bersamaan dengan konservasi ini, dilakukan juga edukasi tentang Restorasi Kerang Hijau di Laut Ancol kepada Pramuka Saka Bahari Jakarta Timur, Maritim Muda Nusantara DKI Jakarta dan Mindo Campus serta BUSKIPM.
“Edukasi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan yang lebih tentang restorasi kerang hijau dan pentingnya menjaga kelestarian laut Indonesia. Selain itu, dengan melibatkan anak- anak muda akan berdampak sangat penting untuk menanamkan mindset bahwa laut kita beserta biota didalamnya harus dijaga kelestariannya,” tandasnya.
Secara terpisah, Guru Besar Bioteknologi Laut Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Ir. Delianis Pringgenies, MSc, menyatakan kerang hijau atau kerang lainnya memang merupakan filter feeder yang tidak bergerak.
“Secara bioteknologi, makhluk filter feeder yang tidak bergerak ini memiliki metabolit sekunder yang memungkinkan mereka untuk bertahan. Walaupun tidak dibutuhkan sebagai senyawa primer dalam metabolisme tubuh tapi metabolit sekunder ini akan membuat mereka tidak menjadi punah,” kata Prof. Delianis saat dihubungi.
Kerang hijau ini bisa tumbuh dimana saja dan menjaga kejernihan air dengan mekanisme biofilternya yang kuat.
“Karena itu, di beberapa negara, kerang ini digunakan sebagai bioindikator pada kualitas lingkungan, dengan mengukur akumulasi suatu unsur dalam tubuh kerang,” ungkapnya.
Ia menyebutkan polutan logam berat yang masuk dalam tubuh kerang tidak akan menyebabkan kematian pada kerang.
“Efeknya tidak langsung pada kerang tersebut. Tapi efek akumulasi inilah yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Walaupun sebenarnya, jika kita katakan memakan kerang hijau bisa memberikan dampak buruk. Karena, kita juga tidak tiap hari makan kerang hijau dan sekali makan juga tidak satu kilo kan. Jadi tidak perlu terlalu takut,” ujarnya.
Ia menyatakan dengan meletakkan kerang hijau di suatu area pada pesisir pantai akan memungkinkan perairan tersebut lebih bersih jika dibandingkan perairan yang tanpa kerang hijau.
“Jadi kalau diadakan konservasi di Teluk Jakarta, maka akan terbuka potensi Teluk Jakarta akan lebih bersih dibandingkan sebelum adanya konservasi,” pungkasnya.
Laporan: Natasha