KedaiPena.com – Adanya perbedaan nilai transaksi antara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan Kementerian Keuangan dinyatakan karena data PPATK melaporkan secara lengkap, bukan hanya subjek terlapor tapi juga entitas yang terkait.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menjelaskan, perbedaan data mereka dengan data dalam dugaan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), adalah karena dalam data PPATK merupakan list lengkap, berisi oknum dan juga perusahaan cangkang, yang diduga terlibat dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kemenkeu.
Ia menyatakan satu oknum diduga memiliki lima hingga tujuh perusahaan cangkang yang diduga sebagai upaya pencucian uang.
“Jadi dalam satu surat ada oknum satu, perusahaan ada lima, tujuh dan segala macam,” kata Ivan dalam RDPU bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3/2023).
Sementara, dalam data Kementerian Keuangan, laporan tersebut dikeluarkan. Sehingga angka Rp35,54 triliun yang ditemukan oleh PPATK menjadi Rp 22 triliun setelah dikeluarkan entitas perusahaan.
“Lalu dikeluarkan lagi entitas yang tidak ada Kemenkeu, jadi Rp3,3 triliun. Lalu kemudian PPATK lah yang dinyatakan salah segala macam,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa seharusnya perusahaan cangkang tak dapat dikeluarkan dari list transaksi mencurigakan Kemenkeu.
“Pasalnya antara oknum dan perusahaan cangkang memiliki keterkaitan,” ujarnya lagi.
Atas dasar tersebut maka, Ivan menegaskan bahwa PPATK konsisten, temuan transaksi mencurigakan yang melibatkan Kemenkeu sebesar Rp35,54 triliun yang melibatkan 461 pegawai di sana. Terdapat dugaan oknum di Kemenkeu menggunakan perusahaan cangkang atas nama anak, istri, tukang kebun, bahkan sopir mereka untuk menutupi jejak TPPU.
“Data perusahaan tidak bisa dikeluarkan, dipisahkan dari oknum tadi. Misalnya dia gunakan nama perusahaan dengan nama pemiliknya istri, anak, supir, tukang kebun dan segala macam. Kalau data dikeluarkan jadi Rp3,3 triliun, kami tidak lakukan itu,” kata Ivan secara tegas.
Ia menjelaskan, modus TPPU utamanya proxy crime tindak pidana selalu menggunakan tangan orang lain.
“Kalau kami keluarkan data itu, justru kami membohongi penyidik. Kami masukan nama perusahaan berikut nama oknum ketemulah Rp35 triliun. Memang kalau dikeluarkan memang Rp22 triliun kalau dikeluarkan lagi hanya Rp3,3 triliun,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa