Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.
“Kalau ada yang demo-demo itu, saya lihat-lihat ya yang demo ya banyak yang dari nggak jelas juga”.
[Luhut Binsar Panjaitan, dalam sambutannya di acara Focus Group Discussion (FGD) Investasi Kabel Bawah Laut di Indonesia, Rabu, 7/9/2022]
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan sindiran kepada masyarakat Indonesia yang masih berdemo di kondisi seperti saat ini. Menurutnya, kegiatan itu banyak berasal dari orang yang tidak jelas.
Luhut tidak menjelaskan rinci demo apa yang dimaksud. Perkataan itu diucapkannya saat sedang menjelaskan pemulihan ekonomi yang diklaim berjalan cepat dan kuat.
Dalam kesempatan itu dia menyinggung bahwa orang yang berdemo terkadang tidak mengerti masalah sebenarnya. Luhut pun tampak heran jika ada pihak yang mengatakan Indonesia akan bangkrut.
Dalam kesempatan itu juga disinggung bahwa subsidi dan kompensasi energi yang sekarang Rp502,4 triliun jika tidak hati-hati bisa bengkak menjadi Rp600 triliun. Untuk itu, pemerintah menaikkan harga BBM agar penggunaan subsidi bisa ditekan dan digunakan untuk keperluan lain.
Luar biasa menteri satu ini, setelah pemerintah ngotot menaikan harga BBM, sekarang menuduh rakyat yang berdemo tidak jelas. Seolah, yang tahu urusan bernegara cuma Luhut seorang.
Kami ingin katakan beberapa hal, sehingga menjadi jelas bagi Luhut Binsar Panjaitan, kenapa rakyat berdemo menolak kenaikan harga BBM. Dengan penjelasan ini, kami harapkan kenaikan harga BBM dibatalkan, atau jika tidak dibatalkan, kompensasinya Jokowi turun.
Pertama, alasanya adalah karena pemerintah sering bohong. Awalnya, kenaikan harga BBM dipicu subsidi BBM yang bikin APBN jebol karena nilai subsidi BBM diklaim Rp502 triliun.
Padahal, nomenklatur subsidi BBM Rp502 Triliun itu tidak tepat, mengingat angka Rp502 Triliun adalah angka kumulasi dari subsidi energi dan kewajiban membayar kompensasi kepada Pertamina dan PLN.
Subsidi energi tahun 2022 dalam APBN hanya sebesar Rp208,9 triliun. Itu pun sudah meliputi subsidi BBM dan LPG pertamina Rp149,4 triliun, serta subsidi listrik Rp59,6 triliun. Angka sisanya sebesar Rp343 triliun untuk membayar utang kompensasi alias utang pemerintah ke Pertamina dan PLN tahun 2022 sebesar Rp234,6 triliun dan utang tahun 2021 sebesar Rp108,4 triliun.
Belakangan, Luhut mulai meralat istilah subsidi dengan menyatakan subsidi dan kompensasi energi yang sekarang Rp502,4 triliun, dengan embel-embel jika tidak hati-hati bisa bengkak menjadi Rp600 triliun.
Kedua, alasannya adalah karena pemerintah bohong lagi. APBN tidak jebol, bahkan kinerja APBN hingga Juli 2022 mendapatkan tambahan duit mencapai Rp519,30 triliun.
Dalam buku ‘APBN Kita, Kinerja dan Fakta’, yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan disebutkan bahwa Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga akhir Juli 2022 tercatat mencapai Rp1.550,97 triliun atau 68,44 persen terhadap target pada APBN Perpres No. 98 tahun 2022. Capaian tersebut lebih tinggi
Rp519,30 triliun dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, selama ini dalih pemerintah menaikan harga BBM selalu dikaitkan dengan beban APBN atas subsidi BBM sebesar Rp502 triliun.
Anggap saja benar, angka subsidi BBM sebesar Rp502 Triliun sebagaimana yang disampaikan pemerintah, sebenarnya pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM. Mengingat, ada capaian penerimaan negara lebih tinggi sebesar Rp519,30 triliun dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.
Penerimaan negara lebih tinggi sebesar Rp519,30 triliun tidak lepas dari berkah durian runtuh dari kenaikan sejumlah komoditi, terutama batubara dan sawit. Pendapatan tambahan sebesar Rp519,30 triliun tentu sudah lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan alokasi subsidi dan pembayaran kompensasi energi (termasuk BBM) sebesar Rp502 Triliun.
Lalu, untuk apa pemerintah menaikan harga BBM, jika kebutuhan alokasi subsidi itu sudah cukup (bahkan lebih) ditambal dari pendapatan negara yang meningkat sebesar Rp519,30 triliun dari berkah kenaikan harga komoditi dunia?
Ketiga, Kenaikan harga BBM pasti akan berdampak pada inflasi, kenaikan harga barang, peningkatan pengangguran dan angka kemiskinan, dan rakyat makin menderita dan sengsara. Inilah alasannya mengapa rakyat demo, karena rakyat marah, sudah hidup susah ditambah payah oleh pemerintah dengan kenaikan harga BBM.
Kalau Luhut dan para pejabat enak, BBM naik tidak terdampak karena seluruh anggaran hidup mereka ditanggung APBN yang berasal dari pajak rakyat. Pejabat seperti Puan Maharani ketua DPR RI masih bisa asyik merayakan ulang tahun di gedung DPR RI saat rakyat berjibaku demo tolak kenaikan harga BBM.
Itulah, sekelumit alasan rakyat demo tolak kenaikan harga BBM. Sekarang, apa alasannya pemerintah ngotot menaikan harga BBM? Apa belum puas melihat penderitaan rakyat? apa ingin memberikan pelayanan maksimal pada oligarki dalam proyek IKN, sehingga alokasi APBN bisa digunakan untuk proyek IKN?
[***]