Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Ekonomi Indonesia masih tidak baik-baik saja. Pertama, kurs rupiah terus tergelincir, tembus angka psikologis Rp16.000 per dolar AS.
Kurs rupiah ditutup Rp16.009 per dolar AS pada perdagangan spot Jumat, 13 Desember 2024.
Sebelumnya, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan cukup yakin, rupiah akan menguat. Mungkin mengandalkan intervensi dari Bank Indonesia, yang menyebutnya intervensi rangkap tiga yang cukup berani.
Namun, sejauh ini intervensi kurs rupiah sia-sia, tidak berhasil mengangkat kurs rupiah.
Kedua, penerimaan perpajakan sampai dengan November 2024 masih jauh di bawah target. Diperkirakan, terjadi short fall sekurang-kurangnya Rp160 triliun untuk tahun ini, atau sekitar 7 persen dari anggaran. Rasio pajak diperkirakan hanya 9,5 persen. Lebih buruk dari rasio pajak 2019 sebelum pandemi sebesar 9,8 persen.
Kalau fiskal melemah terus, bisa terjadi krisis fiskal. Dampaknya, pajak akan dinaikkan, defisit dan utang membengkak, menekan pertumbuhan ekonomi, dan bisa meningkatkan kemiskinan.
Seperti biasa, Sri Mulyani mengatakan ekonomi Indonesia dalam kondisi baik. Yang masalah ekonomi dunia.
Secara dramatis, Sri Mulyani menggambarkan dunia semakin gelap. Sri Mulyani menceritakan dengan fasih kondisi ekonomi dan keuangan dunia yang semakin gelap, dengan menggunakan bahasa teknis keuangan, yang membuat kebanyakan masyarakat tidak mengerti, dan hanya manggut-manggut saja.
Bagi masyarakat awam, dunia semakin gelap berarti rupiah semakin terpuruk, ke arah Rp17.000, Rp18.000?
[***]