KedaiPena.Com – Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak lantas membuat layanan kesehatan di rumah sakit menjadi lebih baik. Karena, kebijakan itu hanya difokuskan untuk menekan defisit yang terjadi selama ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa waktu lalu di Jakarta, ditulis, Minggu, (3/11/2019).
“Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada kualitas pelayanan baik,” kata Adib.
“Karena konsepnya hanya berbicara mengatasi defisit saja,” kata dia.
Adib mengkhawatirkan, kenaikan iuran BPJS ini takutnya hanya akan menjadi solusi gali lubang tutup lubang. Sebab, defisit akan terus muncul jika sistemnya tidak dibenahi.
Karenanya, Ia berharap, negara turun tangan untuk mengurai dan mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan dihadapi BPJS.
“Yang kita takutkan iurannya akan menutup defisit saja. Negara perlu turun langsung mengatasi masalah defisit ini,” tukas Adib.
Parlemen Minta Pemerintah Patuhi Putusan Rapat Bersama
Dalam rapat gabungan Komisi IX dan Komisi XI DPR pada 2 September 2019 lalu, DPR menyatakan menolak kenaikan premi BPJS Kesehatan dan meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan sistem kepesertaan dan manajemen iuran termasuk percepatan data cleansing.
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mendengarkan hasil dari keputusan rapat tersebut.
“Tolong suara yang sudah disepakati bersama dalam rapat September lalu jangan diabaikan,” ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta pemerintah mengkaji ulang dan mencari solusi persoalan defisit BPJS Kesehatan. Seperti yang sudah diketahui, defisit BPJS Kesehatan pada 2019 diproyeksikan mencapai Rp32,84 triliun.
DPR, lanjut Mufida, telah meminta pemerintah menyisir data peserta BPJS Kesehatan terlebih dahulu sebelum menaikkan iuran.
Ia meyakini, kenaikan iuran BPJS Kesehatan belum tentu mengobati masalah defisit yang jadi alasan pemerintah menaikkan iuran.
“Kalau akarnya tidak diselesaikan, tidak akan menyelesaikan persoalan BPJS, dan akan menambah beban masyarakat,” tukasnya.
Untuk diketahui, Presiden Jokowi sebelumnya sudah meneken Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan ini ditandatangani pada 24 Oktober dan beredar pada 28 Oktober 2019.
Beleid ini salah satunya mengubah besaran iuran bagi peserta. Kenaikan berlaku untuk semua peserta, mulai peserta bantuan iuran atau PBI hingga peserta mandiri.
Dalam beleid itu dijelaskan, iuran PBI meningkat dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu. Kenaikan iuran PBI yang ditanggung APBN dan APBD mulai berlaku pada 1 Agustus 2019.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III akan naik dari Rp 25 ribu menjadi 42 ribu. Adapun kelas II meningkat dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu. Selanjutnya, peserta kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Kenaikan iuran ini mulai efektif pada 1 Januari 2020.
Laporan: Muhammad Hafidh