KedaiPena.ComPemerintah diminta dapat mempertimbangkan program bantuan jangka panjang yang diberikan kepada nelayan dan pelaku industri kelautan. Hal ini menyusul kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM bersubsidi yakni Solar dan Pertalite.
Harga BBM Pertalite yang semula Rp7.650 kini naik menjadi Rp10.000 per liter, solar dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.
“Bantalan sosial yang disiapkan Pemerintah untuk masyarakat kelas bawah, termasuk bagi Nelayan hanya bersifat sementara. Perlu ada program jangka panjang untuk membantu para Nelayan, khususnya Nelayan kecil agar tidak kesulitan melaut,” kata Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan, Jumat,(16/9/2022).
Berdasarkan survei yang dilakukan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dan Inisiatif di 25 kabupaten/kota, sebanyak 83 persen nelayan membeli BBM di pengecer dengan harga yang lebih tinggi dari BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar.
Kenaikan harga BBM pun membuat harga eceran menjadi lebih tinggi. Keadaan ini tentunya menekan pendapatan nelayan karena sebagian besar ongkos melaut itu dihabiskan untuk membeli BBM.
Tak hanya itu, diskriminasi akses BBM subsidi terhadap Nelayan juga masih ditemukan, mengingat berdasarkan Perpres 191 tahun 2014, Nelayan harus memiliki surat rekomendasi dari pemerintah daerah setempat untuk mendapat BBM subsidi.
Menurut Daniel, surat rekomendasi ini harus diurus setiap bulannya dengan syarat Nelayan memiliki izin melaut (pas kecil) dan bukti pencatatan kapal (BPKP) yang dikeluarkan pihak pelabuhan.
“Sementara banyak dari permukiman Nelayan yang akses pelayanan publiknya belum memadai. Jadi untuk mengurus surat rekomendasi ini tidak mudah. Belum lagi ketika para Nelayan kecil ini harus rebutan mendapatkan BBM subsidi dengan Nelayan besar dan kelompok pekerja dari sektor lain yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi,” beber Daniel.
Tentunya, keadaan ini menjadi ironi mengingat kendaraan pribadi dapat membeli solar bersubsidi tanpa ada syarat administrasi yang cukup rumit.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyoroti data dari KNTI yang menyebut ketersediaan stasiun pengisian BBM untuk Nelayan atau Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) hanya 3 persen atau 374 stasiun dibandingkan jumlah desa pesisir di Indonesia.
“Kurangnya infrastruktur untuk kemudahan nelayan kecil mengakses solar bersubsidi harus segera diatasi. Jadi bantuan bagi nelayan tidak cukup hanya sekadar bansos, tapi masalah utamanya juga harus dibenahi. Bila masalah BBM yang menjadi komponen biaya terbesar Nelayan tidak segera diatasi dengan baik, siap-siap nelayan akan musnah dari Indonesia,” ucap Daniel.
Di sisi lain, Daniel menyebut DPR siap mengawal distribusi bantalan sosial dari pemerintah untuk nelayan. Termasuk untuk program penanganan dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM yang dikelola pemerintah daerah sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah wajib menganggarkan belanja untuk perlindungan sosial selama Oktober hingga Desember 2022. Pemda diwajibkan menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk mendukung program penanganan dampak inflasi, seperti pemberian bansos bagi Nelayan, sopir ojek, pelaku UMKM, penciptaan lapangan kerja, dan/ atau pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
“Kami di DPR akan terus mengawal pelaksanaan penyaluran bantuan sosial melalui Dana Transfer Umum tersebut. Karena kita ketahui, kenaikan inflasi akan terjadi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Pendataan masyarakat miskin dan rentan miskin yang terdampak kenaikan harga BBM harus dilakukan secara cermat. Jangan sampai mereka yang berhak mendapatkan bantuan malah terlewatkan,” tegasnya.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Barat I itu menambahkan, perluasan jangkauan distribusi penyaluran program penanganan dampak inflasi pun perlu betul-betul berdasarkan kebutuhan dan karakter daerah masing-masing. Pemerintah diminta juga turut memperhatikan para pekerja sektor informal dan pekerja lepas di sektor-sektor kelautan dan perikanan, termasuk pekerja pariwisata bahari.
“Dana bantalan sosial bisa didistribusikan untuk menjaga daya beli bahan bakar solar untuk melaut, atau pendukung pelaku bisnis UMKM sektor bahari lainnya. Pemerintah harus bisa menjangkau mereka untuk mengurangi tekanan ekonomi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi maupun kenaikan inflasi,” tutur Daniel.
Lanjutnya, apalagi akibat kenaikan harga BBM telah menyebabkan banyak nelayan tidak bisa melaut akibat kesulitan biaya perbekalan kapal. Sejumlah Nelayan juga mengeluhkan mulai terlilit utang.
“Di beberapa pelabuhan perikanan sekarang banyak kapal nelayan bersandar tidak bisa melaut karena terhambat masalah BBM. Oleh karenanya, bansos bagi nelayan kita harapkan bisa cepat disalurkan,” pungkas Daniel.
Laporan: Muhammad Hafidh