KedaiPena.Com – Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, mencermati soal kenaikan harga BBM yang dilakukan Pemerintah di awal tahun 2017.
Kata dia, kenaikan BBM diikuti dengan merangkaknya harga minyak dunia yang naik secara perlahan-lahan, setelah tahun-tahun lalu terjun bebas hingga berkisar USD 35 per barel dan sekarang perlahan mencapai angka di harga USD 53 per barel.
“Keputusan OPEC yang akan memangkas produksinya sebesar 1,2 juta barel perhari tentu akan semakin menaikkan harga minyak mentah beberapa bulan ke depan dan diprediksi akan mencapai harga USD 60 perbarel,” ujar dia kepada KedaiPena.Com, Senin (9/1).
“Dan kenaikan harga ini tentu akan berdampak tidak baik bagi rakyat karena dapat dipastikan bahwa kenaikan harga BBM pasti akan terjadi,” tambahnya.
Ferdinand melanjutkan, kenaikan harga BBM non subsidi yang dilakukan oleh Pertamina pada awal Januari ini adalah sesuatu keniscayaan yang harus terjadi. Meski secara nurani, tentu Pertamina tidak ingin kenaikan itu terjadi.
“Saya percaya pejabat Pertamina tidak suka jika harus menaikkan harga BBM karena akan menambah beban ekonomi masyarakat,” jelas dia.
Namun, kembali dikatakan Ferdinand, posisi itu akan menjadi dilema karena kepentingan bisnis Pertamina harus dijaga supaya tidak merugi.
“Karena kerugian akan mengganggu stabilitas operasional Pertamina dan tentu akan berdampak pada penyediaan atau distribusi BBM ke seluruh Indonesia. Kita tentu bisa bayangkan situasi nasional jika distribusi BBM terganggu,” kata dia lagi.
“Dan akan menyebabkan kelangkaan BBM dimana-mana dan itu akan mengakibatkan terganggunya kondusifitas dan keamanan ditengah publik. Itulah resiko-resiko yang harus dihindari oleh management Pertamina,” tambah dia.
Perlu diketahui, Pemerintah di awal tahun 2017 resmi menaikan harga BBM non subsidi dan melakukan pengalihan subsidi listrik daya 900 VA, serta kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK dan BPKB.
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: Istimewa