KedaiPena.com – Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti mengungkapkan bahwa kemitraan global/ kolaborasi dalam aksi kehutanan dan iklim merupakan salah satu hal penting khususnya dalam mengendalikan Perubahan iklim dan penggundulan hutan (deforestasi). Hal tersebut disampaikannya dalam acara Roundtable Meeting on Tropical Forest for Climate Action di Bali, Kamis (23/05/2024).
“Pentingnya Kemitraan Global dalam aksi kehutanan dan Iklim merupakan salah satu hal penting khususnya dalam mengendalikan Perubahan iklim dan penggundulan hutan (deforestasi). Hutan sendiri memainkan peran penting dalam mengatasi tiga krisis global yaitu perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi polusi-lingkungan,” kata Deputi Nani dalam keterangan tertulis, Jumat (24/5/2024).
“Jika kita melestarikan dan mengelola hutan secara lestari, hal ini akan memberikan banyak penyediaan ekosistem, mulai dari meregulasi iklim dan menyediakan habitat bagi 80 persen keanekaragaman hayati terestrial, hingga membersihkan dan menyaring udara dan air kita, serta menyediakan penghidupan dan ketahanan pangan,” tambahnya.
Pada kesempatan ini, Deputi Nani memaparkan bahwa Indonesia sendiri telah berhasil menurunkan laju deforestasi pada periode 2019 – 2020 sebesar 75 persen menjadi 115 ribu hektar (ha) dibandingkan periode 2018-2019, yang merupakan angka terendah sejak tahun 1990. Sementara laju deforestasi bersih (netto deforestration) Indonesia periode 2021-2022 adalah sebesar 104 ribu ha, turun 8,4 persen dibandingkan periode 2020-2021.
Selain itu, Indonesia juga mempunyai program rehabilitasi hutan yang luas, termasuk rehabilitasi lahan gambut dan mangrove. Diketahui sekitar 3 juta lahan terdegradasi telah direhabilitasi selama 10 tahun terakhir. dan sejak tahun 2016, Indonesia juga telah merestorasi sekitar 1,6 juta ha lahan gambut.
Indonesia memiliki lebih dari 3,3 juta ha ekosistem mangrove dan mempunyai peluang untuk merestorasi lebih dari 750.000 kawasan mangrove. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi menekankan target perbaikan ekosistem mangrove melalui rehabilitasi mangrove dengan target luas 600.000 ha pada tahun 2024.
“Indonesia juga menjalankan program Perhutanan Sosial untuk mengurangi kemiskinan masyarakat lokal dan mengatasi konflik kepemilikan lahan,” ungkapnya.
Program Perhutanan Sosial (Social Forestry Program) memberikan akses kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan kawasan hutan dengan target seluas 12,7 juta ha hingga tahun 2024. Telah didistribusikan 6,5 juta ha kepada 1,2 juta rumah tangga yang menghasilkan sekitar USD 120 juta pada tahun 2023.
“keberhasilan dalam mengendalikan deforestasi dan degradasi hutan juga akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan emisi GRK (Gas Rumah Kaca). Kegagalan satu negara berarti kegagalan dunia. Oleh sebab itu, kolaborasi antar negara yang mempunyai hutan juga diperlukan. Dengan bekerja sama, akan ada peluang lebih besar untuk bertukar kebijakan, pengetahuan teknis, dan solusi untuk mengatasi isu hutan dan perubahan iklim, termasuk memperkuat pengaruh negara-negara berhutan di bidang negosiasi iklim, keanekaragaman hayati dan isu-isu terkait lainnya,” paparnya.
Indonesia, Brazil dan DRC sendiri telah menandatangani “Joint Statement on Tropical Forest and Climate Action Cooperation” dalam G-20 Bali, 2022 dengan 3 bidang kerja sama: Sustainable Management and Conservation of Forest, Bioeconomy and Restoration of Critical Ecosystem (Mangroves, Lahan Gambut dan Hutan).
“Kami berharap kemitraan ini dapat menjadi embrio Kolaborasi Global Tropical Forest dan Climate Action. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kerja sama aksi kehutanan dan iklim global, kami berinisiatif kepada negara-negara berhutan lainnya untuk memperkuat dan melibatkan kemitraan hutan dan iklim ini,” pungkas Deputi Nani.
Selain Deputi Nani, acara ini juga dihadiri oleh Menteri Sumber Daya Air dan Sanitasi Nigeria Joseph Terlumun Tsev, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto dan pejabat serta partisipan terkait lainnya.
Laporan: Ranny Supusepa