KedaiPena.Com – 40 persen sampah di Indonesia adalah sampah basah organik. Ini terjadi karena di Indonesia masih banyak masyarakat yang menggunakan daun pisang untuk pengelolahan makanan, serta mengkonsumsi nasi sebagai menu utama.
Demikian diakatakan Deputi I Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno kepada KedaiPena.Com ditulis Rabu (8/2).
Sementara itu, dari sampah-sampah plastik atau an organik, tentu yang paling parah ialah plastik sterofom, serta ‘sachet’ yang ada di sampo dan sambel.
“Disebut parah karena mereka baru ancur selama 100 tahun,” ujar Arif.
“Masalah cenderung yang kurang diperhatikan, padahal berdampak cukup besar,” sambung dia.
Dalam konteks wisata bahari misalnya, jika pantai atau lautnya bagus, tapi banyak sampah ya percuma saja.
Perlu diketahui, Indonesia sedang menggalang 10 destinasi wisata prioritas. Adapun 10 destinasi wisata yang dicanangkan Kementerian Pariwisata adalah kawasan Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Belitung), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Tanjung Lesung (Banten).
Selain itu, daerah lain yang masuk adalah Borobudur (Yogyakarta dan Jawa Tengah), Bromo, Tengger, Semeru (Jawa Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Pulau Morotai (Maluku Utara), dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur).
Sayangnya, hal itu tidak di iringi dengan kebersihan lingkungan laut-laut di Indonesia. Pasalnya, saat ini laut Indonesia menempati urutan ke dua sebagai laut yang paling tercemar oleh sampah di dunia terutama oleh sampah plastik.
Laporan: Muhammad Hafidh