KedaiPena.Com – Indonesia melalui Kementerian Pertahanan merencanakan alokasi anggaran sebesar 124,99 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,7 kuadriliun untuk pembelian alat pertahanan.
Menanggapi hal itu, Direktur Riset INDEF, Berly Martawardaya mengatakan, jika rasio anggaran pertahanan Indonesia sejak tahun 2000 memang relatif rendah.
“Banyak kajian juga bahwa rasio anggaran pertahanan Indonesia relatif lebih rendah, bahkan dari tahun 2000 Indonesia konsisten paling rendah rasionya yang memang paling tinggi di dunia itu Amerika sekitar 3%,” ucap Berly begitu disapa, ditulis Kamis (10/6/2021).
Ia menyampaikan, dari sisi pertahanan ada 3 indeks yang dapat dilihat bagaimana Indonesia, yang kerap disebut sebagai papan tengah 16 ditingkat global dan 8 di Asia Pasifik.
“Yang diatas Indonesia di Asia hanya Japan yang memang katakanlah ada ancaman atau merasa terancam dari Korea Utara dengan China,” tambahnya.
Ia menyebutkan, khususnya alutsista di Indonesia memang masih rendah jika di bandingkan dengan beberapa negara, diantaranya Malaysia, Thailand dan negara lainnya.
“Khususnya di alutsista Indonesia ini katagori rendah, yang dimana Malaysia, Thailand, Filipina yang katagori medium lebih yang tinggi dari Indonesia,” katanya.
Selain itu, dirinya menuturkan dari 3 indeks tersebut Kementerian Pertahanan perlu meyakinkan keperluan sangat tinggi untuk meningkatkan alutsista.
“Saya kira itu harus di review lagi dengan tokoh-tokoh kredibel dari kampus maupun dari civil society bahwa memang itu kebutuhan sehingga Indonesia sedang recovery sedang pemulihan pandemi itu layak buat mengalokasikan,” imbuhnya.
Namun, kata Berly, sampai saat ini pihaknya belum melihat adanya kebutuhan yang mendesak terkait pengembangan pertahanan.
“Sampai sejauh ini kita belum melihat justifikasi atau kebutuhan itu,” ujarnya.
Tidak hanya itu, dirinya mengutarakan biasanya yang dilakukan oleh negara terlebih dahulu menaikan penerimaan, baru menaikan belanja.
“Ini strategi yang berbeda. Boleh utang, tetapi karena harus dibayar, harus lebih kuat perencanaannya,” kata Berly.
Menurutnya, tidak bisa dilihat dari sektor pertahanan dalam rasionya terhadap PDB saja. Namun, kapasitas fiskal juga harus memperoleh perhatian.
“Tahapan yang umum itu adalah menaikkan dulu penerimaannya, baru lebih banyak dialokasikan untuk sektor-sektor yang prioritas ataupun tertinggal. Ini seperti coba diubah, mau pinjam dulu, ditingkatkan, baru kemudian dibayar ketika PDB Indonesia meningkat. Ini strategi pengelolaan keuangan yang sah-sah saja, tetapi dengan lebih tingginya resiko dan rencanya lewat utang, tentu saja perlu dijelaskan,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi