KedaiPena.com – Misinformasi dalam buku pegangan Kurikulum Merdeka, PPKN berhasil membuat kegaduhan baru. Umat Kristiani mempertanyakan penulisan Trinitas Allah, Bunda Maria dan Yesus Kristus. Tak jauh berbeda, umat Hindu juga mempertanyakan penulisan agama Hindu Bali dan umat Budha mempertanyakan sumber ajaran agama Budha, yang dituliskan bersumber pada Sidharta Budha Gautama.
Tak hanya itu, beberapa buku juga ditemukan merupakan produk salin tempel dari buku luar negeri.
Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji menyebutkan hal ini sebagai hal yang tidak patut terjadi pada buku yang menjadi pegangan pengajaran untuk generasi muda.
“Penulisan yang salah ini menimbulkan pertanyaan dari para pengamat pendidikan yang berasal dari umat agama masing-masing. Kita jadi bertanya, ada apa, kok bisa salah,” kata Indra dalam acara bincang pendidikan, ditulis Selasa (15/8/2022).
Ia menilai pembuatan buku Kurikulum Merdeka ini terburu-buru dan dipaksakan untuk berjalan.
“Bahkan beberapa buku, terbukti hanya copas (red, copy paste – salin tempel) dari buku asing. Yang, kita harus membayar royalti pada penulis aslinya,” ucapnya.
Buku yang dimaksud antara lain adalah Biologi SMA Kelas XI, Fisika SMA Kelas XI, Kimia SMA Kelas XI, dan Panduan Guru Aktif Bergerak untuk pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) kelas 1,2,4 dan 5.
“Dengan menggunakan buku yang kultur penulisnya maupun demografi geografi-nya berbeda dengan Indonesia, menyebabkan ketidaksesuaian materi ajar,” ucapnya lagi.
Tak jauh berbeda, Tokoh NU Circle, Ki Bambang Pharmasetiawan menyatakan buku sebagai sumber ilmu dan pegangan pengajaran tak sepatutnya salah arah.
“Sebagai Pelajaran PPKN yang menggantikan pelajaran Pancasila, menurut saya buku ini terlalu terjun ke Teologi. Dan yang krusialnya, informasi yang disampaikan itu salah,” kata Bambang.
Ia juga menyampaikan ada misinterprestasi pada jejak peninggalan purba, yang dikutip sebagai nilai-nilai Pancasila, padahal sebenarnya itu merupakan benih-benih nilai.
“Jadi bukan Pancasila ya. Itu baru benih-benih nilai. Belum menjadi nilai Pancasila. Ini saya pikir, pembikinan buku ini kejar tayang. Hanya tempel sana, tempel sini. Padahal buku ini merupakan panduan bagi guru dan pelajar di seluruh Indonesia. Kalau salah arah, bagaimana ini,” ungkapnya.
Ia mengemukakan, dengan melihat asal buku yang digunakan sebagai sumber, muncul suatu prasangka bahwa penulis asli Indonesia tidak dipercaya untuk membuat dan menyusun materi buku Kurikulum Merdeka karena bukan orang ‘bule’.
“Coba kalau para pengamat pendidikan Indonesia ini kulitnya putih, rambutnya pirang, pasti dipercaya untuk menyusun buku Kurikulum Merdeka. Jadi pemerintah tak perlu copas buku luar negeri,” ungkapnya seraya tertawa.
Kepala Disdikpora Kota Denpasar, Agung Wiratama, yang diminta pandangannya terkait buku Kurikulum Merdeka menyatakan buku tersebut seperti bukan milik Indonesia.
“Memang ada kesalahan sedikit dalam buku. Kemungkinan besar kesalahan editor. Yang tidak memeriksa kembali,” kata Agung.
Ia menegaskan perlu kehati-hatian dalam menyeleksi buku atau hasil cetakan yang terkaitan dengan pendidikan.
“Syukurnya, Kementerian cepat tanggap dan menarik buku-buku terkait. Untuk kedepannya, perlu koordinasi antara kementerian dengan pihak-pihak terkait,” ujarnya.
Selain itu, untuk beberapa buku yang salin tempel, ia menyebutkan ada perbedaan pada soal dan pemaparan.
“Yang perlu dipertanyakan, apakah pelatihan guru Indonesia sudah setingkat dengan pelatihan guru di mana buku itu dibuat? Kan butuh waktu untuk menyelaraskannya,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa