KedaiPena.Com – Yayasan Lestari Insonesia (YLI) menyelenggarakan Diskusi Publik “Kelola Air Cegah Bencana Berkelanjutan†di Jakarta, 18 Mei 2017.
Dalam kesempatan tersebut YLI memaparkan hasil kajian bencana hidrologi (banjir, kekeringan dan tanah longsor) yang berkelanjutan di Indonesia.
Hasil kajian akan disampaikan kepada Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA).
Pada tahun 2017 ini, DPR RI telah menetapkan RUU SDA masuk dalam agenda pembahasan untuk menggaantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan (UU 11/1974) yang diberelakukan kembali setelah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (UU 7/2004) dibatalkan secara keseluruhan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Gunawan, Direktur YLI mengapresiasikan putusan MK tersebut sebagai kesempatan baik bagi semua pihak untuk memperbaiki regulasi tata kelola air ke depan.
Hal ini mengingat Data Dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan dalam periode 10 tahun sebelum adanya UU 7/2004, telah terjadi bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor sebanyak 745 kali. Sementara pada periode berlakunya UU 7/2004 (2005-2015) data tersebut terjadi kenaikan 15 kali lipat, atau sebanyak 11.258 kejadian bencana hidrologi.
Dari data tersebut mengindikasikan baahwaa keberadaan UU7/2004, selain beberapa paasal pokok yang bertentangan dengan konstitusi juga belum mampu mengakomodir kepentingaan ekonomi, sosial dan lingkungan secara selaras.
Gunawan menambahkan, dari perbandingan data jumlah penduduk, luasan wilayah dan jumlah kejadian bencana hidrologi yang terjadi bencana hidrologi yang terjadi di 5 pulau besar di Indonesia (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua), bencana hidrologi lebih banyak terjadi di Pulau Jawa dengan luas wilayah terkecil dan penduduknya terpadat.
Artinya kejadian bencana hidrologi justru banyak terjadi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Fakta tersebut menunjukkan proses-proses pemanfatan sumber daya alam, termasuk sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan ekonomi pada sisi lain mengakibatkan degradasi lingkungan yang pada akhirnya menjadi bencana yang berkelanjutan.
Bencana-bencana banjir, kekeringan dan tanah longsor yang terus berkelanjutan, bisa disimpulkan akibat terganggunya siklus hidrologi. Pencemaran udara yang merusak lapisan ozon mengakibatkan perubahan iklim/anomali cuaca. Sementara sirkulasi air di daratan yang terbagi habis dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) mengalami banyak gangguan dari aktivitas manusia yang tidak selaras dengan lingkungan.
Sementara itu rencana-rencana strategis pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam antar sektor dan antar wilayah pemerintah daerah belum terintegrasi, termasuk dalam penyusunan anggarannya.
Penyakit ego sektoral semakin menguat pasca reformasi 1998 dengan banyaknya bermunculan peraturan perundang-undangan yang di usulkan oleh masing-masing sektor tanpa melalui koordinasi dan sinergi dengan sektor yang lain secara lengkap.
Menimbang dan mengingat air merupakan kebutuhan mutlak dan menyangkut kepentingan berbagai sektor, sementara permasalahan yang ada begitu komleks, YLI mengusulakan persoalan bencana hidrologi menjadi bagian yang perlu dikaji sebagai pertimbangan pembahasan RUU SDA.
Dan untuk mewujudkan Peraturan Perundang-undangan yang harmonis perlu memasukkan evaluasi dan analisis Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penaggulangan Bencana kedalam Naskah Akademik (NA) atas RUU SDA.
Laporan: Irwan Nopiyanto