KedaiPena.Com – Kelangkaan minyak goreng harus dipahami sebagai bagian tak terpisahkan dari eskalasi panjang konflik sumber daya alam di Indonesia. Catatan tools pendokumentasian konflik https://humawin.huma.or.id/ menyatakan, konflik perkebunan, terutama kebun sawit, masih menempati jumlah tertinggi dengan 161 konflik.
Konflik ini mencakup jumlah area terdampak seluas 645.484 hektar, serta melibatkan korban masyarakat terdampak sejumlah 49.858 jiwa. Selain itu, hasil dari perkebunan sawit yang merupakan bahan dasar pembuatan minyak goreng dikuasai segelintir orang.
“Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat,” kata Erwin Dwi Kristianto dari HuMa, dalam keterangan pers yang diterima redaksi, ditulis Kamis (31/3/2022).
Mengingat pentingnya minyak goreng untuk menunjang kebutuhan harian, kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng telah menyengsarakan dan berdampak pada hak-hak masyarakat. Di antaranya hak ekonomi, hak atas kesejahteraan, hak atas kesehatan dan hak atas rasa aman. Dalam konteks itu, segala bentuk praktik penimbunan dan kartel adalah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Lebih jauh lagi praktik kartel tersebut menunjukkan kegagalan korporasi yang telah dilekati tanggung jawab untuk menghormati HAM, termasuk mempertimbangkan secara efektif masalah gender, kerentanan dan/atau marginalisasi,” papar dia.
“Sementara, perempuan masih dibebani peran sebagai produsen pangan, ibu, dan penjaga pangan bagi keluarga, khususnya gizi anak sehingga kelangkaan minyak goreng dan tingginya harga minyak goreng memperparah kesenjangan relasi gender antara perempuan dan laki-laki,” tandasnya.
Laporan: Sulistyawan