Artikel Ini Ditulis Oleh Arief Gunawan, Wartawan Senior.
KENAPA ada kata “adab” dalam sila kedua Pancasila?
Karena politik merefleksikan peradaban.
Fir’aun merefleksikan peradaban.
Jahiliah menggambarkan peradaban.
Satyagraha Mahatma Gandhi menganjurkan peradaban.
Beradab penting dalam politik. Sebab beradab lawan dari biadab.
John F Kennedy kolega Sukarno pernah pula berkata:
“Politik sesungguhnya pekerjaan mulia karena mengurusi kemaslahatan orang banyak”.
Tetapi praktek politik di negeri ini sekarang makin jauh dari beradab.
Para pengelana Barat di Nusantara dulu juga melukiskan elit penguasa di tanah ini umumnya ruthless (keji).
Punya watak Brutus. Akar kata yang sama dari Brutto, Brutal.
Brutus-Brutum berarti tak bisa bergerak dan khianat.
Menunjukkan watak dan pikiran yang tak berubah (ndableg).
Mencuri dana Bansos Covid bukan saja biadab dan brutal, tetapi juga bejat.
Watak penguasa umumnya sekarang memang tak bisa dibanggakan dan tak punya malu.
Korupsi Bansos Covid sama dengan memakan bangkai. Sama hina dengan korupsi lainnya yang kini masif.
Dalam bahasa Jawa orang beruntung disebut orang beja.
Ronggowarsito berkata:
“Sak beja-beja’ne wong edan, isih luwih beja wong kang eling lan waspodo”.
Seuntung-untungnya orang edan, lebih untung orang sadar dan waspada.
Orang bejat mentalnya rusak.
Adabnya rendah dan tiada malu.
Waktu ada LSM menyebut Indonesia juara 3 korupsi se-Asia, mereka berkata:
“Anjing menggonggong khafilah berlalu”.
***