KedaiPena.Com – Kekerasan massal dan diskriminasi sistemik telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dampaknya, mereka yang menjadi korban dalam beragam peristiwa kekerasan di masa lalu tersebut, (bahkan) sampai dengan saat ini masih terus mengalami pengucilan, pembatasan dan pembedaan dalam berbagai aspek kehidupannya.
Banyak diantara mereka, hidup sebagai warga miskin dan lansia di berbagai pelosok negeri ini. Sulit mendapatkan akses pada layanan publik dan program-program pembangunan.
Oleh karenanya dibutuhkan suatu kebijakan perlakuan khusus (affirmative action) bagi kelompok ini, dalam rangka penyediaan sistem perlindungan, akses pada pemulihan, serta rehabilitasi. Sebagai sandaran, langkah afirmatif seperti ini juga merupakan mandat dari ketentuan Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945.
Konstitusi menyatakan, setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Dalam rangka mendorong hal tersebut, Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK), yang beranggotakan lebih dari 60 organisasi masyarakat sipil dan pendamping korban, bermaksud untuk menyelenggarakan suatu Dialog Nasional.
Proses ini akan menjadi ruang curah gagasan sekaligus mengidentifikasi beragam capaian di tingkat lokal, dalam upaya pemulihan korban kekerasan masa lalu. Sebagaimana diketahui, sejumlah inisiatif lokal telah mengemuka, dengan tujuan memulihkan hak-hak korban kekerasan masa lalu. Tentunya dengan menekankan pada pendekatan ekonomi, sosial, dan budaya, termasuk rekonsiliasi sosial di tingkat akar rumput. Inisiatif ini misalnya terjadi di Aceh, Jakarta, Palu, dan Bali.
“Selain berkontribusi besar bagi pemulihan para korbannya, dari perspektif kebangsaan, langkah-langkah tersebut juga menjadi aksi untuk menghilangkan diskriminasi yang berkepanjangan dan bagian dari restorasi sosial Indonesia,â€Â ujar Koordinator KKPK, Kamala Chandrakirana, dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Selasa (25/10).
Oleh karena itu, pelaksanaan dialog ini harapannya dapat menjembatani berbagai inisiatif dan capaian yang telah bermunculan, sekaligus memberikan basis konseptual yang lebih kuat, guna mendorong pelembagaan kebijakan.
Adanya perangkat kebijakan yang tepat dan efektif penting dan dibutuhkan guna memberikan dukungan dan menjadi payung dalam rangka percepatan dan keberlanjutan upaya pemulihan hak-hak korban kekerasan masa lalu. Langkah ini juga sejalan dengan agenda prioritas Pemerintahan Jokowi-JK, untuk memperteguh kebhinekaan dan restorasi sosial.
“Berbagai inisiatif yang muncul, khususnya di tingkat lokal, menunjukkan makin menguatnya kapasitas pranata sosial-budaya, untuk memperkuat solidaritas sosial berbasis nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, yang pada akhirnya akan menjadi simpul utama dalam restorasi sosial Indonesia,†ujar Kamala.
Anik Wusari, Direktur Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) menambahkan, acara dialog nasional akan berlangsung di Jakarta, pada tanggal 26-28 Oktober ini. Peserta yang hadir tidak kurang dari 150 orang, perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan korban, yang berasal dari berbagai daerah, Papua hingga Aceh.
Selain itu, akan hadir pula Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani; sejumlah pimpinan kementerian/lembaga terkait; serta sejumlah kepala daerah, seperti Aceh Utara, Lampung Timur, Purbalingga, Banyumas, Karanganyar, Bojonegoro, Blitar, Palu, dan Sikka.
(Prw)