Artikel ini ditulis oleh Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Panca Sila.
Pendahuluan
Banjir di Indonesia yang disebabkan oleh Proyek Strategis Nasional (PSN) tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan masalah yang serius. Beberapa contoh proyek yang tidak memiliki AMDAL yang memadai adalah Eco City di Rempang, Kepulauan Riau, Proyek Food Estate dan Energi di Merauke, Kawasan Industri Nikel di Halmahera, Maluku Utara, dan proyek Smelter Nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, Tambang Timah di Bengkulu. Reklamasi pesisir pantai di berbagai daerah yang tidak didahului Amdal seperti PSN-PIK2, Benoa Bali, dll.
Proyek-proyek tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak lingkungan, seperti kerusakan ekosistem, pencemaran air dan tanah, serta perubahan iklim. Selain itu, proyek-proyek tersebut juga dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal, seperti penggusuran tanah dan rumah, serta kehilangan sumber daya alam.
Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa semua proyek PSN memiliki AMDAL yang memadai dan transparan, serta melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak hanya memprioritaskan kepentingan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan lingkungan dan masyarakat lokal. Juga mencegah kerugian lingkungan yang sangat besar.
Proyek-proyek PSN infrastruktur jalan tol pertambangan nikel, emas, timah, batu bara, reklamasi pesisir pantai membuat kerusakan lingkungan yang luar biasa.
Kerusakan di Morowali Utara
Hujan deras mengakibatkan banjir bandang menghantam Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, penghujung Desember lalu. Udara berwarna coklat tua disertai lumpur mengalur dan meluap ke pemukiman warga. Penuturan warga, belakangan ini mereka sering kebanjiran dan semakin parah dari sebelumnya.
“Dulu, Bahodopi merupakan lanskap alami dengan sedikit penduduk. Pesisir jadi persinggahan sementara nelayan tradisional dan Suku Bajo yang berpindah-pindah tempat dari satu perairan ke perairan lain di sepanjang pesisir timur Pulau Sulawesi. Kehidupan kami saat itu tenang dan damai serta sejahtera dengan menangkap ikan. Saat ini, penduduknya padat dan menjadi salah satu kawasan industri nikel besar di Indonesia.”
Data Yayasan Kompas Peduli Hutan (Komiu), deforestasi di Morowali melalui skema pertambangan dalam empat tahun, luas hutan lindung di Bahodopi berkurang dari 10.820,43 hektar pada tahun 2019 menyusut hingga 10.378,73 hektar pada tahun 2022.
Walhi Sulteng menyebut, masifnya aktivitas pertambangan nikel di Morowali menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, terutama pencemaran sungai dan peningkatan risiko banjir. Pertambangan nikel, memperparah banjir di Morowali. Peningkatan pertambangan mengurangi daya dukung lingkungan dan menyebabkan banjir lebih sering.
“Tanah -tanah rakyat terdampak akibat proyek pertambangan, justru sekarang kami tidak punya lagi ladang untuk menyambung hidup kita.”
Bencana Bukan Hanya di Morowali Mandar, Juga di Halmahera
Banjir di Halmahera, Maluku Utara, terjadi pada Juli 2024 dan menyebabkan setidaknya 1.670 warga mengungsi. Banjir ini terjadi di beberapa desa, termasuk Lelilef Woebulan, Lukulamo, dan Transmigran Kobe, yang mencakup Woekob, Woejerana, dan Kulo Jaya di Kecamatan Weda Tengah.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2025/02/Banjir-halmahera-Weda-Utara-Save-Sagea-1200x800-1.jpeg)
Penyebab banjir ini diduga karena kegiatan pertambangan nikel yang telah menggusur hutan dan ruang hidup warga Halmahera. Wilayah Halmahera Tengah telah dikepung oleh 23 izin nikel, dengan luas izin mencapai 95.736,56 hektar atau sekitar 42 persen dari luas Halmahera Tengah. Pertambangan yang serampangan tanpa Amdal berakibat rusaknya lingkungan, yang menciptakan neraka bagi penduduk asli.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan bahwa kehilangan tutupan pohon yang dominan terjadi pada kawasan konsesi penambangan nikel ini menyebabkan berbagai degradasi sumber daya air tawar dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi
Banjir yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi, seringkali terkait dengan aktivitas penambangan batu bara nikel, emas, timah, tembaga dan lain lain.
Berikut beberapa faktor yang menyebabkan banjir akibat penambangan batu bara:
1. Penggundulan hutan. Penambangan batu bara,dan tambang yang lain seringkali melibatkan penggundulan hutan, yang dapat meningkatkan risiko banjir. Hutan berfungsi sebagai penyerap air hujan, namun ketika hutan digunduli, air hujan langsung mengalir ke sungai, menyebabkan banjir.
2. Perubahan bentuk lahan. Penambangan batu bara, nikel, timah, emas dapat mengubah bentuk lahan, sehingga air hujan tidak dapat diserap dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor.
3. Pencemaran sungai. Penambangan batu bara, emas, nikel, timah dapat menyebabkan pencemaran sungai, yang dapat mempengaruhi kualitas air dan meningkatkan risiko banjir.
4. Kerusakan infrastruktur. Penambangan batu bara, emas, nikel, timah, dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, yang dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menghadapi banjir.
Contoh banjir akibat penambangan batu bara di Indonesia adalah banjir di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 2010, yang disebabkan oleh penambangan batu bara ilegal; banjir di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, pada 2013, yang disebabkan oleh penambangan batu bara PT Bukit Asam; banjir di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 2019, yang disebabkan oleh penambangan batu bara ilegal.
Pemerintah dan perusahaan penambangan batu bara harus bertanggung jawab untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial akibat penambangan batu bara tetapi nyata nya rakyat ĺah yang menjadi korban semakin miskin dan sengsara akibat daerah nya menjadi area pertambangan.
Jika diaudit, barangkali kerusakan lingkungan yang terjadi justru ĺebih besar dari pada hasil tambang yang masuk ke pemerintah sebagai royalti dibanding kerusakan lingkungan yang sangat para. Dan rakyatlah yang menerima bencana lingkungannya.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2025/02/Morowali-750x375-1.jpg)
Ini menjadi bukti, bahwa tambang-tambang yang terus digali oleh perusahaan asing tidak banyak memberi kontribusi pada APBN, sementara 80 persen APBN sumbernya masih dari pajak rakyat. Jadi buat apa mengundang asing untuk investasi tambang kalau justru membuat neraka bagi masyarakat yang hidup di wilayah pertambangan.
Kasus penyelundupan biji nikel 5 juta ton ke negara China sampai hari ini tidak ada kabarnya. Dengan investasi China yang membawa 20 juta rakyatnya apakah pernah dipikir dampak sosialnya terhadap bangsa ini. Yang terlihat judi online, narkoba, dan celakanya pihak keamanan polisi justru terlibat di dalam semua kejahatan itu.
Mengundang NU, Muhammadiyah, dan Perguruan Tinggi untuk Mendapat Konsensi Tambang
Kekonyolan ini yang terjadi, setelah tambang-tambang tanpa Amdal dan membuat neraka bagi rakyat, untuk membagi kesalahan dan tanggungjawab maka NU, Muhammadiyah, dan perguruan tinggi diberi konsensi tambang. Jika sesuatu itu diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.
Nasib rakyat Indonesia, mempunyai berbagai mineral tetapi tidak ikut punya dan cukup mendapat bencananya dan kesengsaraan.
Aturan pertambangan ini harus diperketat dan jika tidak Punya Amdal harus di hentikan dan dipidanakan. Bagaimana rakyat mendapat ganti rugi jika terkena banjir, siapa yang bertanggungjawab?
Kerusakan lingkungan akibat tambang timah di Bengkulu sangat memprihatinkan. Aktivitas penambangan timah telah menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air, dan tanah longsor. Selain itu, penambangan timah juga telah menghancurkan ekosistem dan habitat hidupan liar di Bengkulu. Bahkan sungguh menyakitkan masih dikorupsi.
Kerugian akibat kasus korupsi pertambangan timah di Indonesia mencapai angka yang sangat besar, yaitu sekitar Rp271 triliun. Kerugian ini tidak hanya berdampak pada keuangan negara, tetapi juga berdampak pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Selain itu, kasus korupsi ini juga melibatkan beberapa pejabat dan pengusaha, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Beberapa contoh kerusakan lingkungan akibat tambang timah hampir sama dengan tambang nikel di Morowali Mandar, Maluku, Halmahera, Sumbawa, Kalimantan, Sumatera, Papua adalah:
1. Penggundulan hutan. Penambangan telah menyebabkan penggundulan hutan di berbagai daerah, yang berdampak pada hilangnya biodiversitas dan meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor.
2. Pencemaran air. Aktivitas penambangan timah telah menyebabkan pencemaran air di beberapa daerah, yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan lingkungan.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2025/02/3393_840x576.jpg)
3. Tanah longsor. Penambangan timah telah menyebabkan tanah longsor di beberapa daerah, yang berdampak pada kerusakan infrastruktur dan kehilangan nyawa.
Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas di Halmahera
Merupakan masalah serius yang perlu mendapat perhatian. Penambangan emas ilegal di Katingan, Halmahera, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, termasuk pencemaran air dan tanah.
Selain itu, penambangan emas juga telah menyebabkan deforestasi dan kerusakan habitat bagi spesies endemik di Halmahera. Hal ini dapat berdampak pada keanekaragaman hayati dan ekosistem di wilayah tersebut .
Penambangan emas di Halmahera juga telah menyebabkan masalah sosial, termasuk konflik dengan masyarakat lokal dan penggusuran tanah adat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial akibat penambangan emas di Halmahera .
Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Emas di Nusa Tenggara Barat (NTB)
Penambangan emas ilegal di NTB telah menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air dan tanah, serta deforestasi.
Penambangan emas juga telah menyebabkan konflik dengan masyarakat lokal dan penggusuran tanah adat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial akibat penambangan emas di NTB.
Beberapa contoh kerusakan lingkungan akibat penambangan emas di NTB, dan daerah lainnya hampir sama adalah:
1. Pencemaran Air. Penambangan emas ilegal di beberapa daerah telah menyebabkan pencemaran air sungai dan danau, yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan ekosistem.
2. Deforestasi. Penambangan emas ilegal di beberapa daerah telah menyebabkan deforestasi dan kerusakan habitat bagi spesies endemik
3. Konflik Sosial. Penambangan emas ilegal di beberapa daerah telah menyebabkan konflik dengan masyarakat lokal dan penggusuran tanah adat .
4. Pemerintah dan perusahaan penambangan emas harus bertanggung jawab untuk mengatasi dampak lingkungan dan sosial akibat penambangan secara nasional
Kesimpulan dan Penyelesaian Masalah
Penyelesaian dan penyelamatan Tanah Air. Kita perlu melakukan audit lingkungan, jangan-jangan tambang-tambang itu dilakukan tanpa amdal, termasuk Proyek Strategi Nasional .
Segera dibentuk Komando Penyelamatan Tanah Air. Melibatkan semua lembaga TNI, Polri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanahan, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Pertambangan, Kementerian Hukum dan Ham Imigrasi, dan Sishankamrata.
Komando Gabungan Strategis ini bertugas untuk menertibkan sesuai dengan hukum yang berlaku, jika tidak mempunyai Amdal harus dicabut ijinnya dan dipidanakan .
Segera hidupkan kembali Sishankamrata di setiap daerah agar peran serta masyarakat bisa mendukung kewaspadaan nasional.
Tidak ada jalan yang terbaik pada penyelesaian pertambangan dan kerusakan lingkungan akut kecuali ada kesadaran bersama mewujudkan konstitusi “Melindungi Segenap Bangsa dan Tanah Tumpah darah Indonesia.
Jangan terdengar lagi kidung Anak Papua “Kami berambut kriting tanah yang kami pijak adalah emas tetapi kami tidak ikut punya kami hidup hanya pemetik buah kinang”
[***]