Ditulis Oleh: Menteri Keuangan Era Presiden Soeharto Fuad Bawazier
HARI ini kita menyaksikan kejatuhan Pemerintahan Afghanistan pimpinan Presiden Ashraf Ghani ke tangan milisi Taliban. Presiden Ghani sudah meninggalkan negerinya.
Kejatuhan Pemerintah Afghanistan ini menyusul di tariknya pasukan Amerika Serikat yang sudah bercokol selama 20 tahun.
Banyak yang menanyakan kenapa begitu mudahnya pemerintahan demokrasi yang ditopang Amerika baik finansial, ribuan tentara US dan NATO, dan bantuan bantuan lainnya, jatuh hanya dalam hitungan hari dan jam dan praktis tanpa perlawanan.
Padahal, menurut CNN, jumlah tentara Afghanistan 4 kali lipat milisi Taliban, dan dengan persenjataan yang lebih lengkap dan modern. Sebaliknya milisi Taliban yang serba sederhana, serba seadanya.
Banyak yang hidup di gunung gunung, berpakaian lusuh, tidak berlatar belakang akademi militer.
Saat ini 6000 (enam ribu) tentara Amerika sedang kerepotan mengevakuasi staf Kedubesnya dari Kabul. Mereka berada di airpot Kabul.
Suasana di airpot Kabul, satu satunya area yang masih dikuasai tentara Amerika, benar benar chaos dan desperate. Banyak warga Afghanistan yang juga ingin meninggalkan Kabul tapi semua penerbangan komersil dihentikan.
Karenanya, warga non US ini berusaha bisa ikut evakuasi bersama warga Amerika. Tapi Tentara Amerika sendiri sedang kerepotan mengevakuasi warganya yang belum selesai. Warga non US ini nekad berdiri dan berlarian di runway menghalangi pesawat US take off.
Untungnya milisi Taliban yang sudah menguasai seluruh Afghanistan termasuk Kabul, istana Presiden dan kantor kantor pemerintah, tidak menyerbu airport Kabul.
Taliban menyerukan agar rakyat tenang, tidak perlu takut dan di minta work as usual. Taliban bilang tidak akan ada kekerasan dan perampasan harta sipil. Memberikan general amnesty.
Tidak akan sekeras dan segalak dulu. Mudah mudahan benar. Wallahualam bisawab. Singkat cerita, seperti diakui Gedung Putih dan media Amerika, pemerintah Amerika telah salah membuat kalkulasi politik maupun intelijen di Afghanistan.
Pemerintah Afghanistan yang didukung dan di bina US telah jatuh dan menyerah begitu saja kepada milisi Taliban. So, 20 tahun “pendudukan” Amerika yang sia sia meski telah mengorbankan banyak tentara Amerika dan biaya sekitar USD 100 miliar.
Bukan cuma itu, bahkan bukan tidak mungkin nantinya Pemerintah Afghanistan yang baru (Taliban) yang nota bene musuh Amerika,- akan bergabung dengan Iran yang sedang bermusuhan dengan Amerika. Kira kira seperti Irak yang tadinya bermusuhan dengan Iran, setelah lama diduduki Amerika kini justru bersahabat dengan Iran, musuh Amerika.
Peristiwa di Afghanistan ini mengingatkan kita kepada kehadiran Amerika di Vietnam Selatan selama 10 tahun (1965-1975) dengan pengorbanan ratusan ribu jiwa tentara Amerika dan miliaran dolar.
Hasilnya ? Amerika lari terbirit birit dan Vietnam Selatan jatuh ke tangan pemberontak Vietcong yang di dukung Vietnam Utara yang komunis. Kemudian Vietnam Selatan di caplok Vietnam Utara menjadi satu negara.
Tentara Vietnam Selatan yang di dukung tentara Amerika dengan pangkalan militer modern, persenjataan lengkap, dilatih di akademi militer, dan berseragam keren lari terbirit birit kalah oleh milisi Vietcong dan tentara Utara yang kurus kurus, lusuh, bersandal jepit, berpakaian seadanya.
Pertanyaannya, kenapa pemerintah Afghanistan dan Vietnam Selatan yang di dukung tentaranya yang nampak gagah, mewah, seragam yang berwibawa itu ternyata rapuh dan menyerah kepada tentara/ milisi yang berpakaian lusuh? Tentu banyak analisa untuk menjawabnya.
Tapi ada satu hal yang amat menarik yang perlu kita jadikan pelajaran bersama, yaitu mereka sudah bermental kalah sebelum benar benar di kalahkan , yang di barengi dengan mental dan praktik korupsi.
Pemerintah Afghanistan dan Vietnam Selatan dikuasai oleh mereka yang suka hidup mewah, bermental (akan) kalah, dan doyan korupsi. Para petingginya sibuk korupsi mengumpulkan kekayaan sebanyak banyaknya sebagai bekal untuk lari ke luar negeri bila pemerintahannya jatuh ketangan lawan.
Tidak punya mental (akan) menang. Bahkan jauh jauh hari para petinggi di kedua negara tersebut sudah mengirimkan keluarganya ke luar negeri khususnya ke US, antisipasi kejatuhan pemerintahnya. Mereka juga sudah menyimpan uang jarahannya di luar negeri.
Para birokrat, sipil maupun militer, di kedua negeri itu memang suka kemewahan, bermental korup, pecundang dan keok. Karena itu pemerintahannya sebenarnya rapuh. Tidak bisa di harapkan untuk membela negaranya sendiri. Jadi pantas kalah.
(***)