Artikel ini ditulis oleh Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman.
Tim Penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) diketahui pada hari Rabu 30/3/2022 telah melakukan penggeledahan kembali di dua lokasi di Jakarta, yaitu terkait dugaan korupsi import besi atau produk turunannya tahun 2016 hingga 2021 di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Adapun dua lokasi yang digeledah tim Pidsus Kejagung, pertama di gedung Kementerian Perindustrian RI di Jalan Gatot Subroto Jakarta.Lokasi kedua, telah mengeledah kantor PT Prasasti Utama yang beralamat di Mangga Besar, Jakarta Barat.
Pengeledahan ini, melengkapi penggeledahan sebelumnya, yaitu telah dilakukan tim Pidsus Kejagung pada 22 Maret 2022 di lima lokasi. Saat itu yang digeledah adalah gedung Kementerian Perdagangan RI, kemudian dilanjutkan menggeledah kantor PT Intisumber Bajasakti, PT Bangun Eka Sejahtera, PT Perwira dan selanjutnya PT Adhitama Sejati.
Dari tujuh lokasi pengeledahan itu, tampaknya tim penyidik telah menemukan banyak barang bukti, sebagai tambahan dari alat bukti yang telah dimiliki sebelumnya, yaitu ketika prosesnya masih tahap penyelidikan, tentu harapan publik tim Pidsus Kejagung mampu mengungkap siapa saja yang terlibat, termasuk otak pelakunya, serta jaringannya.
Menurut keterangan Kapuspen Kejagung, dari surat izin impor yang dikeluarkan oleh Direktur Impor Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan RI, empat BUMN yang dicatut oleh keenam importir umum tersebut berupa perjanjian kerjasama sebagai memenuhi syarat agar mendapat rekomendasi impor dari Dirjen ILMATE ke Dirjen Perdagangan Luar Negeri, ternyata dibantah oleh PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya dan PT Pertamina Gas (Pertagas).
Karena perbuatan mereka ini sangat mengancam perekonomian nasional dan membuat negara kita ketergantungan pada import serta sangat merugikan produsen industri baja dalam negeri. Jadi harus dihukum seberat beratnya bagi otak pelakunya di elit kementerian, lazimnya dari eselon satu. Jika tidak bisa mengungkap siapa otak pelakunya, maka sama saja Kejaksaan Agung telah gagal menjalankan amanat Presiden Jokowi untuk melawan mafia import diduga bergentayangan di Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Sehingga, sangking keselnya Presiden Jokowi didepan para Menteri dan Kepala Daerah di Bali, Jum’at 25/3/2022, pada acara Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, “Bodoh Banget Kita ini Tidak Beli Barang Dalam Negeri”.
Yang menyedihkan, dari kabar yg berhembus kencang, jaringan kerja CERI diberbagai kementerian mencium gelagat aneh dari otak pelaku, ada skenario mengorbankan pegawai kroconya untuk menghapus jejak otak pelakunya.
Jika melihat kontruksi kasus ini, ada beberapa pasal di Peraturan Menteri Perdagangan nomor 110 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya dan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 1 Tahun 2019 tentang Pertimbangan Tehnis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya, ternyata telah dilanggar secara nyata oleh mereka.
Namun, berdasarkan banyak sumber informasi, jaringan CERI telah memetakan otak pelaku dibalik jaringan impor yang melanggar hukum ini, hanya tunggu momen tepat akan digelar kepubik siapa orang2 nya.
Diketahui, proses penyidikan kasus ini berdasarkan surat penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung bernomor : Print.06/F.2/Fd.1/02/2022 tanggal 8 Febuari 2022, resmi menaikan status Penanganan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunannya Tahun 2016 – 2021, kata Kapuspen Kejagung Ketut Sumedana (22/3/2022), dikutip dari media Detiknews.
Enam Perusahaan Importir Besi Berjaya Di Kementerian
Peran 6 perusahan importir merajalela di Direktorat Jenderal ILMATE (Industri Logam Mesin Alat Transport Elektronik) Kementerian Perindustrian dimulai pada bulan Mei 2020.
Saat itu, ketika banyak perusahaan industri berbasis logam, terutama pemegang Angka Pengenal Importir Produsen (Pemegang API-P), mengalami kesulitan melakukan impor bahan baku, mulai dari scrap hingga bahan baku antara yang sangat dibutuhkan oleh para produsen industri logam di dalam negeri.
Sejak saat itu juga, permohonan API- P untuk melakukan impor bahan baku mengalami hambatan, dari mulai waktu pengeluaran rekomendasi impor yang sangat lama, bahkan bisa sampai 4 bulan, hal itu diperparah hingga pemotongan permohonan kuota impor hingga 90% dari total permohonan, tentu sangat mengganggu proses produksi yang sedang berlangsung.
Namun beda halnya perlakuan yang diberikan kepada pemegang Angka Pengenal Importir Umum (Pemegang API-U) yang tidak memiliki fasilitas produksi di dalam negeri, namun oleh oknum2 di Ditjen ILMATE sangat di istimewakan pelayanannya.
Konon kabarnya, bagi mereka keluar biaya untuk “nyiram” “orang dalam” untuk bisa dapat kuota impor yang besar tidak masalah.
Tetapi bagi produsen hal itu tentu memberatkan, sebab akan membuat biaya produk mereka menjadi tinggi, sehingga tidak mampu bersaing, namun di sisi lain jika itu tidak dilakukan banyak pekerja yang akan menjadi korban PHK, karena perusahaan tidak mampu melakukan produksi.
Istilah “orang dalam” yang ditemui untuk bisa memperoleh kuota impor yang cukup banyak, sudah ada oknumnya dan diketahui oleh sebagian produsen industri baja yang berkepentingan dengan urusan rekomendasi import.
Infonya, elit Ditjen tersebut pun enggan menemui para pelaku usaha industri dalam negeri untuk mendengar keresahan mereka.
Banyak pelaku industri logam yang kenal jargon, “mau dapet kuota besar? langsung aja kontak dan temui F” dan tentu saja akan ada fee Rupiah per kilogram atau US$ per Ton untuk kuota impor yang diminta yang nilainya tidak sedikit.
Walaupun sudah banyak keluhan dari produsen yang mampir, tetapi formasi “orang dalam” itu tidak pernah berubah dan perlakuannya tidak juga berubah, mungkin proses penyidikan dari tim Pidsus Kejagung yang lagi berlangsung mampu membuka kotak pandoranya.
[***]