KedaiPena.Com – Alasan Wakil Presiden, Jusuf Kalla mengajukan dirinya sebagai pihak terkait dalam pengujian pasal tentang batasan jabatan Wakil Presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, Tentang Pemilu dinilai tak tepat.
Sebab, JK melalui kuasa hukumnya, Irman Putrasiddin, menilai jabatan wapres hanyalah pembantu presiden yang setara dengan jabatan menteri.
Praktisi Hukum Pemilu, Ahmad Irawan mengatakan, sekalipun bahasa konstitusional yang digunakan di dalam UUD 1945 presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri, bukan berarti kedua jabatan tersebut sama dalam kedudukannya maupun fungsinya.
Ia menegaskan, setelah perubahan UUD 1945, jabatan wakil presiden dipilih melalui pemilih umum. Sementara seorang menteri ditunjuk berdasarkan hak prerogatif presiden.
“Di Indonesia, presiden dan wakil presiden itu ‘the first man’ dan ‘the second man’. Kedudukannya merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan. Serta dipilih melalui pemilihan umum melalui satu paket pasangan calon,” kata Irawan kepada wartawan di Jakarta, ditulis Senin (23/7/2018).
Irawan mengatakan, jika tidak terdapat pembatasan masa jabatan bagi wakil presiden, maka menurut penalaran yang wajar Indonesia berpotensi memiliki wakil presiden yang sama secara terus-menerus.
Lebih lanjut, ia menerangkan, sistem ketatanegaraan di Indonesia, memberi kekuasaan cadangan (‘power reserve’) bagi seorang wakil presiden. Wakil presiden membantu presiden ketika fungsi kepresidenan masih berjalan.
Apabila presiden berhalangan tetap, maka wakil presiden tampil sebagai pengganti hingga berakhir masa jabatan.
“Seorang menteri tidak bisa mengganti presiden ketika berhalangan tetap. Kecuali presiden dan wakil presiden dalam waktu bersamaan berhalangan tetap,” ujar Irawan.
Irawan menilai, keikutsertaan Jusuf Kalla dalam proses pengujian undang-undang yang diajukan Perindo, sebagai pihak terkait dapat dibaca sebagai keinginan Jusuf Kalla untuk menjabat kembali sebagai wakil presiden, untuk periode ketiga kalinya.
Selain itu, ia juga mengatakan, keinginan Jusuf Kalla maju kembali sebagai wakil presiden menjadi bukti paling empiris pentingnya kekuasaan itu dibatasi masa waktunya. Jika tidak, Indonesia akan terus dipimpin oleh orang yang sama dan itu tidak baik.
“Jika politik konstitusi kita berubah dari corak “dwitunggal†dan menempatkan wakil presiden kedudukannya setara menteri, maka lebih baik jabatan wakil presiden dihapuskan,” tutur Irawan.
Laporam: Muhammad Hafidh