TIDAK ada kemajuan dalam sektor migas lima tahun terakhir. Bahkan keadaan makin memburuk. Ini ditandai oleh beberapa hal indikator utama:
1. Penguasaan Asing Masih Dominan Dalam Migas
Sampai dengan saat ini sebagian besar investasi dalam usaha hulu migas masih didominasi modal asing.
Produksi minyak sebesar 33% masih dikuasai Chevron Pacific Indonesia (Rokan Block), sebesar 28% Exxon Mobil (Cepu Block), sebesar 9% Total E&P Indonesia, sebesar 13% Other Block swasta, dan hanya 12% dimiliki Pertamina EP.
Sementara produksi gas sebesar 22% Total E&P Indonesie (Mahakam Block), sebesar 22% BP Tangguh, 17% ConocoPhillips (Corridor PSC), 6% Medco E&P Senoro Toili Joint Operating Body (JOB), 3% VICO (Sanga-sanga Block), 4% Kangean Energy Indonesia (Kangean Block), 4% Premier Oil Natuna Sea Block A dan hanya 12% yang dimiliki Pertamina EP Operation Areas. (Sumber : Pwc, 2019)
2. Pendapatan Negara Dari Migas Mengecil
Pada tahun 2004 pendapatan Negara dari migas senilai 21% persen dari total pendapatan Negara. Pada tahun 2014 pendapatan Negara dari migas sebesar 14 % dari total pendapatan megara. Pada tahun 2017 pendapatan Negara dari migas hanya tersisa 4% dari pendapatan Negara.
3. Ketergantungan makin besar pada impor migas
Nilai impor migas Indonesua tahun 2018 mencapai USD 30,91 miliar atau senilai Rp. 438,94 triliun. Indonesia memang diuntungkan oleh penurunan harga minyak dalam lima tahun terakhir.
Namun dari sisi volume impor mengalami peningkatan sangat fantastis dikarenakan produksi nasional yang terus menurun, sementara kebutuhan nasional meningkat.
Singapura adalah pengirim minyak terbesar untuk Indonesia dengan nilai Rp170 triliun lebih atau mencapai 40% dari total impor Indonesia. Menteri ESDM hanya menjadi menteri perhubungan bagi minyak Singapura untuk dikirim ke Indonesia.
Kegagalan di atas merupakan masalah kunci yang dihadapi sektor migas. Pemerintahan Jokowi harus serius membenahinya. Kementrian ESDM harus dibersihkan dan diperbaiki perannya.
Sehingga kegagalan tersebut tidak terulang kembali, sehingga harus ditata ulang baik visi, misi, sistem pemgelolaan hingga aparatur penyelengara negara yang bertugas dalam hal ini yakni menteri ESDM. Presiden perlu perombakan total.
Oleh Pengamat Energi Salamuddin Daeng