PESTA demokrasi pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebentar lagi akan di gelar tepatnya pada hari Rabu tanggal 17 April 2019.
Pelaksanaan pesta demokrasi ini merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan dari negara terhadap rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Hal ini sesuai dengan mandat konstitusi begara pasal 1 ayat 2 UUD 1945 bahwa; “Kedaulatan berada di tangan Rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Sebagai bentuk atau wujud implementasi dari kedaulatan tersebut, rakyat akan dihadapkan pada satu hajatan atau pesta demokrasi yang biasa disebut dengan pemilihan umum.
Di mana rakyat akan akan memilih seseorang atau lebih untuk menjadi wakilnya dan atau pemimpinnya. Para wakil atau pemimpin yang telah dipilih diharapkan mampuh mengemban amanah rakyat dengan baik dan tanggung jawab.
Pesta demokrasi yang digelar tidak sekedar melakukan pergantian pemimpin atau pergantian wakil rakyat. Tetapi lebih dari pada itu ada hal yang lebih esensial yang merupakan roh dari pemilihan umum itu sendiri yaitu menentukan arah perubahan sehinggah terwujudnya cita-cita bersama sesuai yang diamanatkan didalam pembukaan UUD 1945.
Mengingat pemilihan umum merupakan momentum untuk menentukan arah perubahan, maka rakyat sebagai pemegang kedaulatan diharapkan agar lebih bijak dan lebih selektif dalam menentukan pilihannya. Sebelum menentukan pilihan, rakyat harus tahu mengapa memilih dan untuk apa memilih.
Rakyat harus memahami itu dan juga merupakan tugas dan tanggung jawab peserta pemilu dalam hal ini partai politik dan figur untuk memberi pemahaman kepada rakyat terkait mengapa memilih dan untuk apa memilih.
Rakyat harus betul-betul paham tentang alasan dan tujuan rakyat memilih sehingga suara yang diberikanpun mempunyai arti dan dapat menentukan arah perubahan sesuai yang diharapkan bersama.
Dalam situasi kekinian rakyat kita memang dihadapkan dengan berbagai pilihan dengan latar belakang warna dan aroma yang menjanjikan yang datangnya dari dua klub berbeda yaitu klub bertahan yaitu para petahana atau yang sedang menjabat dan klub penantang yaitu mereka yang tidak sedang menjabat.
Kedua klub ini sama-sama datang dan tampil bermain indah, menunjukan ketangkasan dan kecerdasan dilapangan milik rakyat. Mereka tampil dihadapan rakyat dengan sejuta propoganda dan janji-janji yang meyakinkan dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan rakyat.
Namun, terlihat ada yang beda di antara kedual jlub tersebut. Klub petahana tampil penuh percaya diri dengan sedikit dipoleskan politik kemasan alias politik pencitraan dengan cara menjual keberhasilan yang walaupun datangnya lima tahun sekali.
Sedangkan, klub penantang tampil dengan bermodalkan segudang idealisme sambil sedikit mencari celah dan memanfaatkan kelemahan Klub bertahan. Tujuannya sama yaitu untuk mencetak gol atau meraih kemenangan.
Itu wajar-wajar saja. Sedikit menyikut itu baik biar terlihat ada keseriusan. Itu masih kategori politik putih belum termasuk dalam kategori politik hitam.
So, semuanya itu rakyatlah yang berhak menentukan klub mana yang layak untuk diberikan mandat dan amanah. Apakah klub petahana ataukah klub penantang Jawabannya bertengger pada dua syarat berikut ini yaitu evalusi kinerja dan komitmen.
Syarat pertama yakni evaluasi kinerja ini khusus ditujukan bagi klub bertahan atau incumbent. Rakyat harus berani evaluasi. Apa yang sudah mereka buat? Sudahkah mereka menjalankan mandat rakyat sebelumnya dengan baik?
Jika tidak, masihkah rakyat memberikan mandat baru kepada mereka? Jika masih diberikan kepada mereka; bukankah itu hanya membuat keadaan tidak berubah? Ayo berpikir.
Syarat kedua adalah komitmen. Ini ditujukan bagi klub penantang. Berbicara terkait komitmen ini memang suatau hal yang susah diukur tetapi ini bisa didapatkan gambarannya dari rekam jejak pribadi. Rekam jejak tidak berarti dia pernah menjabat suatu jabatan melainkan dia pernah dan sudah berbuat apa untuk orang lain.
Selamat menentukan pilihan. Kemajuan hanya diperoleh dari perubahan karena perubahan merupakan sesuatu yang bersifat abadi, sedangkan orang bisa di ganti-ganti. Dan itu hanya dilakukan lewat pemilu.
Oleh Maximilianus Herson Loi, SH, Politisi/Aktifis/Praktisi Hukum asal Elar Selatan, Manggarai Timur, NTT