KedaiPena.Com – Terjadi kecelakaan kerja yang cukup mengenaskan di grup perusahaan BUMN yang memproduksi gula. Kecelakaan kerja tersebut dialami oleh Komarudin, buruh pabrik gula milik negara (BUMN), PT Rajawali II Unit PG Sindang Laut (RNI Group), yang berlokasi di Cirebon, Senin lalu (11/6/2018).
Ironisnya, kecelakaan ini terjadi menjelang hari raya Idul Fitri. Komarudin di tengah penugasan kerja, malah mengalami kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja itu terjadi ketika Komarudin yang bekerja di bagian instalasi listrik.
Ketika ia hendak mengganti lampu di ketinggian kurang lebih 15 meter, tiba-tiba terjatuh dari crane dan kepalanya terbentur mesin uap. Akibatnya, Komarudin mengalami patah kaki dan telinganya mengeluarkan darah.
Korban, langsung di bawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon untuk mendapat penanganan pertama, sebelum akhirnya, dirujuk ke Rumah Sakit Plumbon untuk menjalani CT Scan.
Menurut Dodi, selaku pengurus Serikat Buruh Merdeka Indonesia PG Sindang Laut mengatakan, kecelakaan kerja itu terjadi diduga erat kaitannya dengan minimnya alat pelindung diri atau APD di perusahaan. Untuk soal APD ini, Serikat Pekerja (SP) sudah melakukan protes ke pihak perusahaan, untuk pemenuhan alat pelindung diri (APD) yang berkualitas dan berstandar keamanan.
Selain itu Serikat Pekerja juga memprotes karena pihak perusahaan masih melakukan aktifitas atau beroperasi. Seharusnya, jika merujuk pada peraturan pemerintah, aktifitas kerja sudah dihentikan.
Di sisi lain, Achmad Ismail (Ais), Koordinator Gerakan Bersama Buruh (Geber) BUMN menambahkan, kecelakaan kerja tersebut telah menambah panjang deretan kecelakaan kerja di perusahaan-perusahaan BUMN.
“Di bulan Mei 2018 lalu, kami menerima laporan adanya kecelakaan kerja di PLN wilayah Kalimantan Barat, hingga mengakibatkan korban, meninggal dunia. Belum usai, “fact finding†atas kasus itu, sekarang, sudah terjadi lagi kecelakaan kerja di PT Rajawali II unit PG Sindang Laut, Cirebon-Jawa Barat ini,” tegas dia, dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Kamis (14/6/2018).
“Pemerintah, terutama Direktorat Pengawasan Norma Kemnaker RI, seyogyanya perlu bertindak cepat meminimalisir terjadinya kecelakaan-kecelakaan kerja di perusahaaan BUMN ini,” sambungnya.
Petugas pengawas di tingkat daerah, perlu didorong untuk melakukan inspeksi mendadak ataupun periodik khususnya ke seluruh perusahaan BUMN manufaktur dan konstruksi. Kedua jenis perusahaan BUMN ini, terindikasi sangat rawan memiliki kecelakaan kerja.
“Sidak diarahkan guna memastikan ketersediaan kelengkapan alat keselamatan kerja ataupun APD hingga adanya protap dan gugus tugas di tingkat perusahaan. Kemampuan memitigasi risiko kerja dari segenap unsur terkait senantiasa juga perlu tetus di-“updateâ€,” tegas Ais.
Kasus kecelakaan kerja, umumnya berelasi dengan berbagai faktor. Namun adanya dugaan kuat soal kelalaian pihak perusahaan dalam memenuhi persyaratan akan kesehatan dan keselamatan kerja bagi buruh, patut diinvestigasi secara serius.
“Soal kelalaian perusahaan ini, bahkan seringkali menjadi pemicunya. Akibatnya buruh yang dirugikan dan menjadi korban. Dampaknya, bisa cacat fisik, cacat tetap, sakit kronis bahkan hingga meninggal dunia,” lanjutnya.
Ais juga turut prihatin, kejadian-kejadian kecelakaan kerja itu dialami oleh buruh-buruh kontrak dan ‘outsourcing’ yang juga kerap diabaikan hak-hak pekerjanya. Jika terjadi kecelakaan kerja seperti ini, buruh kontrak dan ‘outsourcing’ hanya mendapatkan santunan ala kadarnya, meskipun korban meninggal dunia.
“Selain itu, mirisnya lagi, kejadian berulang untuk kecelakaan kerja ini seringkali luput dibarengi oleh kesigapan petugas pengawas dalam upaya penegakkan hukumnya. Padahal, dengan fungsinya sebagai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), petugas pengawas berkoordinasi dengan penyidik di kepolisian, memiliki kewenangan penuh guna mengungkap kejadiannya,” sesal Ais.
Sementara itu, Maruli SH, dari Tim Advokasi Geber BUMN menyatakan bahwa kecelakaan kerja bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang merujuk kepada Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan KUHP pasal 359 dan pasal 360.
“Pada pokoknya menyatakan jika perusahaan terbukti tidak menyediakan peralatan K3 dan atau terbukti lalai dalam menyediakan alat kerja sehingga mengakibatkan pekerja/buruh meninggal dunia atau luka berat, sanksinya bisa di pidana penjara paling lama lima tahun,” ungkapnya.
Atas kejadian kecelakaan kerja ini, Geber BUMN mendesak kepada Kapolda Jawa Barat bersama-sama dengan Pengawas Ketenagakerjaan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan serta penetapan dugaan tersangka terhadap pihak perusahaan khususnya Direksi PT. Rajawali II Unit PG Sindang Laut. Mereka harus bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja tersebut.
“Kementerian BUMN harus segera berhentikan Direksi PT. Rajawali II Unit PG Sindang Laut sebagai wujud pertanggung jawaban serta kehadiran negara bagi buruhnya dan memerintahkan PT. Rajawali II Unit PG Sindang Laut, untuk menanggung seluruh biaya pengobatan korban kecelakaan kerja,” lanjutnya.
“Angkat pekerja/buruh kontrak dan ‘outsourcing’ menjadi pekerja tetap di PT Rajawali II Unit PG Sindang Laut, khususnya buruh yang mengalami kecelakaan kerja tersebut. Copot jabatan Kepala Balai Pelayanan Pengawasan Ketenagakerjaan (BPPK) Wilayah III Cirebon dan lakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja Balai Pelayanan Pengawasan Ketenagakerjaan (BPPK) Wilayah III Cirebon sehingga ke depan nya kecelakaan kerja yang serupa dapat dicegah,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh