KedaiPena.Com – Pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum yang terkesan menyepelekan kasus perundungan anak SD yang berakhir dengan bunuh diri mendapatkan kecaman dari Wakil Ketua Umum atau Waketum Partai Gerindra Rahayu Saraswati.
Rahayu menyesalkan, pernyataan Uu disejumlah laman media massa yang menyebut bahwa kasus perundungan hanyalah candaan biasa. Pernyataan Uu ini menjadi sorotan dari berbagai pihak tak terkecuali Rahayu.
“Perundungan dalam bentuk apapun bukanlah candaan. Apalagi kali ini berakibat sangat fatal korban bunuh diri. Jadi bukan persoalan seburuk apa perundungannya tetapi bahwa perundungan itu betul terjadi,” kecam aktivis perempuan dan anak ini seperti dikutip dari siaran pers, Senin,(25/7/2022).
Tidak hanya itu, Rahayu juga menyayangkan, sikap Uu yang mengusulkan adanya upaya pendamaian antara para pihak. Padahal, kata Rahayu, kasus ini sendiri masih dalam tahap penyelidikan.
“Pesan didamaikan di sini sangat tidak pas karena dampak akhir harus menjadi pertimbangan. Jika didorong untuk damai, pesan apa yang kita kirimkan ke para pelaku dan korban lainnya? Bahwa perundungan itu diperbolehkan dan tidak ada sanksinya?,” beber Rahayu.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Bidang Pemuda, Perempuan dan Anak menekankan, jika peristiwa perundungan tersebut nyata dan terjadi kepada pelaku. Hal ini terlepas dari betul atau tidak korban memiliki sejarah depresi, atau ada tidaknya pemaksaan perkosaan terhadap seekor kucing.
“Yang harus dipastikan adalah bahwa peristiwa perundungan itu nyata terjadi dan para pelaku yang melakukan perundungan dengan pengambilan video dan yang awal mula menyebarkannya jelas harus diproses secara serius,” jelas Rahayu.
Rahayu pun mengingatkan bahaya perundungan ini memiliki dampak kuat terhadap potensi kekerasan seksual. Data tahun 2022 menyatakan Jawa Barat memiliki tingkat kekerasan seksual anak dan perempuan tertinggi se-Indonesia. Ini mengindikasikan adanya ancaman serius akan potensi kekerasan seksual jika negara bersikap permisif bahkan terhadap kasus perundungan.
“Kita harus memberikan pesan jelas bahwa segala perundungan tidak bisa ditolerir. Keluarga dan sekolah harus siap bertanggung jawab. Jika ada perundungan, evaluasi terhadap para pelaku, baik lingkungan di rumah maupun sistem pengawasan di sekolah, harus dilakukan. Semua yang dewasa di sini tidak boleh lepas tangan. Konseling harus dilakukan bagi korban maupun pelaku. Dan pertimbangan atas level perundungan juga harus dilakukan guna memastikan hukumannya pun sesuai apakah dengan community service atau terburuk dilaporkan ke kepolisian,” papar Rahayu.
Ketika ditanya bagaimana dengan peran Pemerintah di sini, jawabnya, Rahayu menegaskan, bahwa Kementerian Sosial telah dianggarkan biaya konseling bagi korban kekerasan. Namun, jumlahnya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah kasus dan korban yang sebenarnya.
“Bayangkan, yang dianggarkan untuk 70 ribu korban dan keluarga. Sedangkan kasus yang tercatat di Komnas Perempuan saja sudah lebih dari 400 ribu per tahun. Mungkin untuk kasus yang selevel perundungan, pemprov dalam hal ini harus ikut bertanggung jawab dengan memfasilitasi anggaran serta tenaga konseling tersebut,” geram Rahayu.
Sebagai penyintas perundungan, Rahayu pun menghimbau kepada semua korban perundungan untuk mengetahui bahwa mereka tidak sendirian dan untuk mencari sosok yang dapat dipercaya untuk menyampaikan apa yang mereka alami.
Menurutnya sosok yang paling pas seharusnya adalah Guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) karena hal ini masuk di dalam ranah tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum menanggapi kasus kematian seorang anak di Tasikmalaya yang diduga diakibatkan oleh perundungan sebaya. Uu Ruzhanul tak yakin bila korban benar-benar menyetubuhi kucing setelah melihat video saat kejadian.
“Saya lihat video ya gak mungkin apalagi anak kecil, dan biar lebih jelas ‘itu’ juga gak bangun, secara kasat mata di video tidak ada persetubuhan,” kata Uu di Kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya beberapa waktu lalu.
Selain itu, terkait dugaan depresi, Uu menyebut hanya pihak berwenanglah yang berhak mendiagnosis penyebab kematian si anak.
Bagi Uu bercanda sesama teman sebaya adalah hal yang wajar, dia justru mengira ada oknum lain yang memanfaatkan anak-anak tersebut untuk membuat sebuah konten.
“Candaan seperti itu. Biasa lah itu, karena sekarang ada medsos dan diviralkan sekarang mungkin itu,” katanya.
Laporan: Muhammad Lutfi