KedaiPena.com – Menyikapi adanya teror pada wartawan Tempo dan aktivis Kontras, Aktivis 98, Haris Rusly Moti, menyatakan hal tersebut patut dikecam keras. Sebab, kebebasan bersuara dijamin oleh konstitusi sehingga patut dihormati oleh seluruh kalangan.
Dan ia pun memastikan, selaku Komandan Relawan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, bahwa rangkaian teror tersebut tidak dilakukan oleh jajaran pemerintahan Presiden Prabowo dan pendukungnya.
Justru, lanjutnya, pemerintahan Prabowo dirugikan dengan munculnya persepsi negatif dan beragam kegaduhan yang muncul akibat peristiwa teror tersebut.
”Peneror bertujuan merekayasa persepsi seakan pemerintahan Prabowo anti demokrasi,” kata Haris yang merupakan mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD), Selasa (25/3/2025).
“Padahal pidato Presiden Prabowo beberapa hari sebelumnya jelas-jelas menghargai sikap kritis media massa dan media sosial,” imbuhnya.
Haris menambahkan, keterbukaan Presiden terhadap kritik dapat dilihat pada arahannya untuk kabinet agar melakukan introspeksi agar tidak muncul beragam kesalahpahaman dan protes akibat masih adanya kekurangan dalam komunikasi publik pemerintah. Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam pidatonya 19 Maret lalu.
”Sudah jelas, Presiden memerintahkan seluruh jajaran pemerintahan, para menteri dan terutama penanggungjawab komunikasi untuk memperbaiki komunikasi ke rakyat,” ungkapnya.
Karena itu, ia berharap kepolisian dapat mengungkapkan kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Tempo serta pemantauan oleh orang tak dikenal di sekitar kantor Kontras, sesegera mungkin.
”Kami mendukung langkah hukum yang sedang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap pelaku, dalang dan motif dibalik rangkaian teror yang menyebarkan rasa takut, menimbulkan kegaduhan serta memunculkan persepsi negatif pada pemerintah ini,” kata Haris lebih lanjut.

Haris berharap, rangkaian teror tersebut tak menyurutkan kritisisme media massa kepada pemerintah. Sebab, media massa yang kritis adalah ’sparring partner’ bagi pemerintah dalam menegakkan kontrol publik atas jalannya pembangunan. Di samping itu, kekritisan media massa diperlukan untuk mengikis mental sebagian pejabat yang cenderung berperilaku ‘ABS’ (Asal Bapak Senang).
Dari pengamatan Haris, peneror sengaja memilih momentum operasi terornya pada saat berlangsungnya pembahasan RUU TNI oleh DPR-RI. Di sisi lain, sasaran teror mengarah pada dua institusi civil society yang dikenal luas sangat kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah, yaitu Tempo dan Kontras. Hal tersebut memudahkan pembentukan persepsi bahwa dua variabel tersebut berhubungan sebab akibat.
Walhasil, pemerintah atau pendukungnya dapat dengan mudah dituduh menjadi aktor atau dalang dibalik peristiwa tersebut. Padahal, bisa saja teror dilakukan pihak lain yang bertujuan menggoyahkan stabilitas pemerintah.
”Jika kita tinjau analitik media sosial dan sejumlah komentar di media massa, terdapat gambaran mengenai adanya pembentukan persepsi secara instan seakan-akan pelaku peristiwa teror itu adalah aktor yang terkait kekuasaan atau pendukungnya. Tentu saja kesimpulan yang dipaksakan itu merugikan pemerintah,” ungkapnya.
Haris menilai, penebaran rasa takut kepada media massa dan organisasi masyarakat sipil hanyalah target antara dari rangkaian teror tersebut. Ia menilai, target utama dari rangkaian teror itu ialah munculnya persepsi bahwa pemerintahan Prabowo adalah pemerintahan yang militeristik dan anti demokrasi.
”Dari pencermatan terhadap media sosial, didapat pula data bawa rangkaian teror tersebut digambarkan sedemikian rupa sebagai cara seakan-akan pemerintahan Prabowo sedang mengembalikan cara-cara militerisme. Rekayasa persepsi tersebut sepertinya juga dimaksudkan untuk mencegat pernyataan Prabowo tentang pentingnya pemerintah melakukan introspeksi dalam melakukan komunikasi publik,” ungkapnya lagi.
Ia mengatakan, operasi teror tersebut tampaknya menjadi bagian dari upaya untuk mematangkan situasi ’distrust’ (ketidakpercayaan kepada pemerintah), ’disorder’ (ketidakaturan sosial) dan ’disobidience’ (ketidakpatuhan pada hukum).
Ia pun menengarai ada usaha-usaha untuk mematangkan situasi agar mengarah ke sana, sehingga berpotensi memasifkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah dapat memicu terjadi gelombang protes ’people power’.
Dengan tanpa tedeng aling-aling, Haris menunjuk pada dua kelompok kepentingan yang saat ini dirugikan oleh kebijakan Presiden Prabowo dus dapat diduga terlibat mematangkan situasi ’distrust’, ’disorder’ dan ’disobidience’ tersebut.
“Kelompok pertama adalah koruptor kelas kakap, yaitu mafia migas yang tak rela kerajaan korupsinya runtuh serta pelaku korupsi lain sedang ditangani KPK namun terus berupaya melawan melalui beragam akrobat politik. Kelompok kedua, adalah kepentingan geopolitik global yang tidak sejalan dengan arah kebijakan Prabowo yang berorientasi nasionalistik kerakyatan,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena