KedaiPena.Com- Partai Demokrat mengecam keras langkah pemerintah bersama DPR RI yang secara resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, Selasa,(11/7/2023).
Deputi Bappilu Dewan Pimpinan Pusat atau DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menegaskan jika praktek pembuatan undang-undang yang minim partisipasi publik seperti RUU Kesehatan sarat dengan sekedar melayani kepentingan oligarki.
“Ini bertentangan dengan janji kemerdekaan. Kami mengajak seluruh insan kesehatan untuk berjuang bersama mewujudkan perubahan dan perbaikan,” kata Kamhar, Rabu,(12/7/2023).
Tak hanya itu, kata Kamhar, pengesahan RUU Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan oleh DPR juga telah mempertotonkan bukti negara lepas tangan dan abai atas apa yang menjadi hak dasar warga negara.
“Penghapusan mandatory budget minimal 5% dari APBN yang ditetapkan pada masa Pemerintahan Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terus diperjuangkan Fraksi Partai Demokrat di Parlemen agar bisa ditingkatkan menunjukkan keberpihakan dan prioritas negara melalui pemerintah saat ini bukan pada manusianya melainkan pada pembangunan fisik,” jelas Kamhar.
Kamhar juga menekankan, pengesahan RUU Kesehatan juga telah mengederai semangat keadilan sosial bagi rakyat lantaran sempitnya ruang gerak fiskal.
Kamhar menilai, publik telah membaca pemerintah memilih mengorbankan belanja pemenuhan hak dasar warga negara demi pembangunan fisik dan pemindahan Ibu Kota Negara baru.
“Untuk mengejar legacy dan glorifikasi diri.
Ini sangat mencederai semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar Kamhar.
Kamhar menyayangkan bahwa demi memenuhi ambisi besar IKN Presiden Jokowi memangkas pemenuhan hak rakyat melalui RUU Kesehatan ini. Kamhhar menegaskan, Presiden Jokowi pada hakikat tak memahami soal konsep pembangunan untuk manusia bukan malah sebaliknya.
“Ternyata semuanya hanya kebohongan besar. Malah demi memenuhi ambisi IKN yang dipaksakan dana pemenuhan hak dasar rakyat yang dipangkas. Pak Jokowi mungkin tak memahami, pada hakikatnya pembangunan untuk manusia, bukan sebaliknya,” tegas dia.
Kamhar menekankan, bahwa penghapusan mandatory budget ini tentunya memiliki konsekuensi yang sangat besar. Termasuk pada 96,7 juta penduduk miskin peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) yang selama ini bersumber dari mandatory budget tersebut.
“Penghapusan ini akan kembali menghidupkan pemeo ‘sakit sedikit jadi miskin, dan orang miskin dilarang sakit’. Ini hanya sekelumit diantara banyak persoalan lainnya dibalik omnibus law kesehatan yang banyak diprotes dan ditentang Organisasi Profesi di bidang kesehatan,” pungkas Kamhar.
Laporan: Tim Kedai Pena