KedaiPena.Com – Komunitas Sepeda Bike To Work (B2W) Indonesia, bersama Road Safety Association (RSA) dan koalisi pejalan kaki akan melakukan aksi untuk dikembalikan fungsi Jalan Layang Non Tol (JLNT).
Rencananya aksi yang dilakukan oleh B2W dan RSA ini akan diselenggarakan, Minggu, (13/6/2021) di ujung JLNT Kokas, Jakarta Selatan. Aksi ini sendiri bertema BLACK DAY ACTION dan akan dimulai pada pukul 06:00-07:00.
Ketua Umum B2W Poetot Soedarjanto mengatakan, bahwa aksi ini bukan untuk menentang road bike maupun jalurnya. Melainkan, aksi ini merupakan keprihatinan atas kebijakan yang di ambil pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Dishub.
“Terkait jalur khusus roa bike, karena kebijakan harus diberlakukan dengan prinsip kesetaraan dan proporsional sehingga semua jenis moda transportasi harus diperlakukan sama dan setara di jalan raya,” kata Poetot sapaanya saat dikonfirmasi, Jumat, (11/6/2021).
Poetot menambahkan, untuk JLNT sendiri aturan yang ada sejak 2017 adalah kendaraan roda dua dilarang melintas. Peraturan ini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Poetot menjelaskan, pada Pasal 287 ayat 1 dan 2, dijelaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dan melanggar aturan rambu bisa didenda Rp 500.000 atau penjara paling lama dua bulan.
“Bahkan penilangan terhadap pelanggaran tersebut sudah rutin dilakukan, namun dengan adanya aturan baru (yang tidak ada landasan hukumnya) memperbolehkan sepeda (jenis Roadbike) melintas, ini justru menimbukan konflik sosial baru, bahkan punya ekses terhadap negatifnya pesepeda,” tambah dia.
Ia menegaskan, bahwa aksi tersebut dilakukan juga untuk mengingatkan para pemangku kebijakan agar tidak menabrak aturan yang ada.
Ia menyarankan, pemprov bisa memfasilitasi khusus jalur sepeda sesuai bidangnya seperti, BMXcross di Pulomas, Tackbike di Velodrome dan MTB di taman kota.
“Semua sesuai dengan jenis genre dan juga fungsinya, siapa tahu akan tumbuh bakat baru dan atlit baru balap sepeda bagi kota Jakarta. Jadi kami mengusulkan kawasan khusus bukan jalan umum contoh kawasan pulau reklamasi PIK, JIExpo Kemayoran atau Sentul,” papar dia.
Selanjutnya, Poetot, menyinggung terkait rambu yang dibuat dishub dengan deskripsi redaksional road bike. Menurutnya, hal itu sangat tidak elok.
“Yang kami tahu di dunia tidaj ada rambu seperti ini, dari segi arti, maksud, istilah dan juga fungsi kata Roadbike ga akan di temui di UU manapun makanya rambu ini dibuat tidak dalam kajian yang baik,” sindir Poetot.
Poetot melanjutkan, pemerintah kota semestinya dapat belajar terhadap diskresi aturan jalan yang kemudian jadi perda terkait CFD Sudirman Thamrin atau CFD Antasari.
“Peralihan fungsi jalan untuk public space, untuk berolahraga smua kalangan, untuk sosialisasi warga. Bisa saja diskresi itu dipakai di JLNT Kampung Melayu, misal dengan cara yang sama Reclaim the street for Public space, nanti tinggal diatur jalan sebelah kanan buat ngebut, jalan yang kiri untuk rekreasi berolahraga publik,” tutur Poetot.
Laporan: Sulistyawan