KedaiPena.Com – Pertumbuhan ekonomi Cina dan Vietnam masih tumbuh di zona positif, masing-masing 3,2 persen (yoy) dan 0,32 persen (yoy) di tengah resesi yang menimpa dunia.
Hal tersebut tidak terlepas dari peran sektor perbankan dan keuangan dalam menopang ekonomi kedua negara tersebut.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai agar Pemerintah beserta Otoritas terkait untuk mewaspadai risiko melambatnya laju investasi pada sektor swasta akibat terserapnya dana masyarakat ke Surat Berharga Negara (SBN), atau crowding out.
“Kuartal I ekonomi kita masih tumbuh positif yakni 2,97 persen (yoy), tetapi pada kuartal selanjutnya, ekonomi kita terkontraksi cukup dalam di zona negatif walaupun tidak sedalam negara lain yang bahkan mencapai minus 22,1 persen (yoy) seperti yang terjadi di Spanyol,” kata Putkom begitu ia disapa kepada KedaiPena.Com, Kamis, (3/9/2020).
Putkom juga meminta, agar pemerintah dapat fokus pada upaya pemulihan agar ekonomi dapat kembali di zona positif, seperti Cina dan Vietnam.
“Para pakar pun menyebut keberhasilan kedua negara ini turut ditopang peran intermediasi sektor keuangan dan perbankan sehingga terhindar dari risiko crowding out,” tegas Putkom.
Putkom juga mendorong dimaksimalkannya fungsi intermediasi perbankan untuk menyalurkan dana pihak ketiga ke sektor riil.
“Yang sekarang perlu didorong adalah fungsi intermediasi perbankan. Artinya, memastikan likuiditas dari perbankan betul-betul mengalir ke sektor riil sehingga terjadi permintaan kredit. Dimana data pada bulan Juli, laju pertumbuhan kredit sangat rendah yaitu hingga 1,53 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,53 persen (yoy),” tegas Putkom.
Namun, kata Putkom , di tengah kondisi ketidakpastian ini, perbankan tentu masih was-was, terlebih dihadapkan dengan risiko kredit macet.
“Hal inilah yang mungkin mendorong perbankan lebih memilih untuk menggunakan likuiditasnya dalam bentuk investasi SBN,” tutur Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Putkom juga menyoroti tingkat imbal hasil (yield) surat berharga Indonesia untuk tenor 10 tahun yang masih cukup tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang berkisar di level 6,8 persen, per akhir Agustus lalu.
Dengan imbal hasil yang kompetitif ini turut memicu investor untuk memilih berinvestasi pada SBN, sehingga mengalihkan dana yang mengalir ke perbankan dan pasar keuangan.
Terlebih, lanjut dia, kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk penanganan COVID-19 melalui penerbitan SBN masih cukup tinggi hingga akhir tahun.
“Apabila kepemilikan SBN lebih banyak dikuasai investor domestik, tentu dapat meminimalisir risiko arus modal asing keluar atau capital outflows yang berakibat pada nilai tukar rupiah maupun imbal hasil SBN,” beber Putkom .
Sementara, lanjut Putkom , apabila mengandalkan pembiayaan dari SBN di pasar domestik, tentunya dihadapkan dengan risiko crowding out ini.
“Maka dari itu, pemerintah harus mewaspadai risiko-risiko tersebut dengan mendorong bauran kebijakan yang hati-hati dan akuntabel dalam pemenuhan pembiayaan anggaran tahun ini,” tutur Putkom.
Putkom juga mengingatkan,Pemerintah agar pengalaman Cina dan Vietnam dalam menjaga ketahanan ekonominya di tengah pandemi dapat menjadi pembelajaran dalam penanganan perekonomian dalam negeri.
“Dukungan terhadap sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah diupayakan datang dari berbagai mekanisme, dari mulai restrukturisasi, subsidi dan ekspansi kredit, penempatan dana pemerintah di bank umum, penjaminan pinjaman, hingga stimulus tunai bagi UMKM. Tujuannya adalah meredam kekhawatiran dan menambah keyakinan perbankan agar terdorong untuk menyalurkan kredit,” tegas Putkom.
Dengan demikian, tegas Putkom kerangka untuk memastikan likuiditas di sektor riil sudah dibangun dan mulai dilaksanakan.
“Tetapi mengapa permintaan kreditnya masih rendah? Inilah yang perlu kita evaluasi, apakah kelonggaran likuiditas dari Bank Indonesia bagi perbankan sudah maksimal terserap sektor riil dan swasta dan padat karya,” tutup Putkom.
Laporan: Muhammad Hafidh