KedaiPena.Com – Bencana kabut asap kembali melanda ibu pertiwi, dua wilayah di Kalimantan dan Sumatera diselimuti kabut asap tebal. Hal ini disebabkan karena meluasnya kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Riau sejak beberapa bulan lalu.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Rusmadya Maharuddin meminta, agar pemerintah dapat mengambil tindakan penegakan hukum secara konsisten, serius, dan transparan terkait kebakaran hutan dan lahan ini.
“Kalau disebabkan ulah manusia harusnya ada perubahan perilaku salah, satu jawabannya perlu dilakukan upaya penegak hukum, yang dilakukan secara serius konsisten, dan transparan,” ujar dia dalam perbincangan dengan KedaiPena.Com, Minggu (15/9/2019).
Dia mengatakan, kebakaran hutan yang terjadi secara berulang disebabkan lantaran tidak ada tindakan hukum yang konsisten, serius dan transparan selama ini.
“Tiap tahun selalu saja muncul, hanya perbedaan dari kualitas kebakarannya. Oleh karena itu kita sangat meyakini upaya hukum merupakan cara dan instrumen terbaik untuk mencegah kebakaran hutan dan menimbulkan efek jera,” sambung dia.
Dia menambahkan, dalam kasus kebakaran hutan ini selalu ada perbedaan pendapat yang terjadi di pemerintah dengan pemilik lahan (korporasi).
“Misalnya terjadi kebakaran di lahan konsensi. Mereka anggap ini bukan kesalahan mereka. Padahal itu tanggung jawab pemilik konsensi. Ini penyebabnya, karena lemahnya upaya penegakan hukum. Dan kebakaran ini disebabkan oleh manusia. Ini terkait perilaku. Jadi perilakunya harus diubah,” ujar dia.
Dia melanjutkan, kebakaran hutan yang masih sering terjadi juga disebabkan lantaran tidak seriusnya pemerintah dalam menghukum pemilik konsensi lahan-lahan tersebut.
“Belum ada langkah serius terkait dengan penanganan kebakaran hutan itu. Misalnya kita ambil contoh berapa kasus kebekaran hutan dan lahan yang muncul, ada yang sudah inkrah, tapi sampai saat ini belum dieksekusi, belum dilaksanakan. Menggantung saja dan celah-celah ini selalu dimanfaatkan oleh pembakar hutan,” ungkap dia.
Dia mengungkapkan, dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan ini sangat besar. Mulai, dari lingkungan, kesehatan, politik, hingga kerugian negara yang mencapai triliunan.
“Jadi harapan kita kasus kebakaran hutan ini tidak terulang di tahun-tahun berikutnya. Pemerintah harus mulai transparan dengan kebijakan hukum. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus konsisten dan serius,” tandas dia.
42 Perusahaan Disegel Oleh Pemerintah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), akan menyegel 42 perusahaan di lima provinsi, yang diduga sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Hal itu dilakukan usai melakukan pengawasan dan pemantauan di lima provinsi sejak Juli-Agustus lalu. Lima provinsi yang menjadi sasaran pengawasan yakni Riau, Jambi, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Dari pengawasan itu, alhasil ada puluhan perusahaan yang disegel.
“Sampai saat ini kami sudah melakukan penyegelan, upaya ini kami lakukan untuk penegakan hukum. Sampai hari ini ada 42 lokasi perusahaan yang kami lakukan penyegelan dan satu lokasi (lahan konsesi) milik masyarakat. Sehingga total ada 43 lokasi yang kami segel,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, terpisah.
Rasio menambahkan untuk wilayah Jambi ada sekitar dua lokasi penyegelan. Sementara, di Riau lima lokasi yang disegel. “Di Kalimantan Barat dan di Kalimantan Tengah paling banyak kami dilakukan penyegelan,” tegas Rasio.
Pejabat Daerah Cuek
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan bencana kabut asap yang terjadi di sejumlah wilayah sulit diatasi lantaran pejabat daerah kurang peduli dengan wilayahnya yang terdampak.
“Ada keluhan dari unsur TNI-Polri karena ada kurang kepedulian dari pejabat daerah. Saya tidak menyinggung siapa, tidak mungkin, tapi rata-rata pejabat atau pemimpin setingkat kabupaten-kota,” ucap Doni.
Laporan yang diterima oleh Doni tersebut berasal dari unsur komandan TNI-Polri yang bertugas di wilayah kebakaran hutan dan lahan. Salah satu contoh ketidakpedulian pejabat daerah adalah tidak hadir dalam rapat penanganan bencana.
“Bahkan saat ada undangan rapat tidak pernah hadir. Padahal penyebab kebakaran hutan 99 persen karena ulah manusia,” ungkap Doni.
Laporan: Muhammad Hafidh