KedaiPena.Com – Kontestasi pemilihan presiden kerap kali tak bisa dilepaskan dari kehadiran organisasi Islam. Seringkali mereka menjadi penentu kemenangan pasangan calon pemimpin Indonesia.
Hal tersebut bahkan turut diamini oleh petahana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang secara terang-terangan mengandeng Rais Am PBNU yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’aruf Amin.
Kondisi ini pun dianggap sebagian kalangan telah menyeret NU dalam ranah politik praktis. Organisasi Islam yang semestinya berada di posisi netral dinilai telah tersandera karena hal ini.
Di Indonesia tak hanya NU saja yang merupakan organisasi Islam terbesar. Ada pula Muhammadiyah yang sampai saat ini belum terlihat menentukan sikap pada kontestasi Pilpres 2019.
Muhammadiyah dinilai mempunyai posisi penting pada kontestasi pilpres saat ini. Sikap dan arah dari organisasi yang dipimpin oleh Haedar Nashir ini dinilai akan berpengaruh pada pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Bahkan, pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno langsung tancap gas seusai melakukan tes kesehatan di RSPAD Gatot Subroto. Prabowo-Sandi langsung menyambangi Kantor Pusat PP Muhammadiyah.
Meski demikian baik Prabowo maupun Sandi enggan menegaskan kedatangan ke salah satu kantor organisasi kemasyarakatan tersebut untuk mencari dukungan dari Muhammadiyah. Hal itu pun diamini oleh Muhammadiyah.
Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Makmun Murod Al-Barbasy mengatakan bahwa organisasinya tidak melakukan politik dukung mendukung.
“Muhammadiyah tidak boleh melakukan politik dukung mendukung. Namun, Muhammadiyah mempersilahkan warganya untuk bebas mengekspresikan dukungan politiknya. Jadi secara institusi Muhamaddiyah netral. Namun, secara individu mereka diberikan kebebasan,†tutur dia kepada KedaiPena.Com, Senin, (20/8/2018).
Namun demikian, dia meyakini, dengan sudah ditetapkannya dua pasang capres dan cawapres, mayoritas warga Muhammadiyah akan lebih condong mendukung pasangan Prabowo-Sandi.
“Hal tersebut karena kita ingin pemimpin yang paham Indonesia, paham Pancasila, yang tidak berhenti pada tataran hafal sila- sila tapi yang terpenting juga mampu membumikan Pancasila dengan aksi nyata di masyarakat,†ujar dia.
Masyarakat Muhammadiyah, lanjut dia, juga ingin pemimpin yang memposisikan Pancasila dengan baik dalam konteks relasi agama dan negara.
“Posisikan dengan baik Pancasila dalam konteks ekonomi. Pancasila itu bukan kapitalis, bukan juga komunis. Sementara praktik saat ini sangat berwajah kapitalistik,†ungkap dia.
Tak hanya itu, tegas dia, di bawah kepimpinanan Jokowi saat ini Pancasila juga semakin jauh dalam nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Indikatornya sederhana, sekarang semua yang berbau subsidi mau dihapus.
“Dihapusnya subisidi yang semakin menegaskan condongnya ke kapitalisme. Padahal, subsidi yang membedakan pancasila dengan kapitalisme,†ujar dia.
Bantah Tersandera Rezim Jokowi
Meski mengkritik kebijakan rezim Jokowi, namun Muhammadiyah tidaklah dianaktirikan oleh rezim Jokowi. Pasalnya, Muhammadiyah mendapatkan satu slot menteri di rezim Jokowi kini.
Ialah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy yang merupakan orang Muhammadiyah. Muhadjir sebelumnya, rektor di Universitas Muhammadiyah Malang.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga berjanji akan membangunkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) untuk Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka).
Rusunawa ini akan diperuntukan bagi anak didik SMP dan SMA di Jonggol, Jawa Barat, serta digunakan untuk fasilitas dakwah Muhammadiyah.
Patut diingat juga, pasca penetapan capres dan cawapres, sedianya Muhammadiyah turut memberikan masukan pada konsep gagasan Nawacita jilid II. Usulan tersebut akan diberikan langsung oleh Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir kepada Joko Widodo
Persepsi pun muncul bahwa Muhammadiyah telah tersandera rezim Jokowi saat ini lantaran dua hal tersebut. Namun demikian, Makmun Murod Al-Barbasy membantah.
“Kalau berpikirnya sempit tentu akan menganggap bahwa PP muhammadiyah tersandera. Padahal PP Muhammadiyah itu sangat mandiri dan independen,†imbuh dia lagi.
Dia pun mengaku aneh bila muncul anggapan bahwa Muhammadiyah tak pantas mendapatkan posisi menteri. Menurutnya, sumbangsih Muhammadiyah terhadap bangsa ini sangat luar biasa.
“Kalau soal dapat menteri, apa aneh kalau Muhammadiyah dapat jatah menteri. Muhammadiyah itu pendiri bangsa. Sumbangsih terhadap bangsa ini luar biasa. Justru aneh penguasa tak memberi menteri ke Muhammadiyah,†imbuh dia.
Melihat gejolak politik yang ada, Direktur eksekutif Institute For Policy Studies (IPS) Muhammad Tri Andika menilai bahwa Muhammadiyah akan memilih netral.
Dia pun memprediksi Muhammadiyah tidak akan berafiliasi secara institusi dengan capres dari partai politik mana pun
“Persis dengan sikap Muhammadiyah pada Pilpres 2014,†ujar dia saat dihubungi oleh KedaiPena.Com, secara terpisah.
Tak hanya itu, lanjut dia, sekalipun
sebagian elit Muhammadiyah, menjadi pengurus partai tertentu. Tapi itu tak serta- merta menjadikan Muhammadiyah bagian dari parpol yang mencalonkan pasangan capres-cawapresnya.
“Namun demikian, jika melihat secara kedekatan pribadi secara emosional para kader Muhammadiyah lebih cenderung ke pasangan Prabowo-Sandi,†ujar Kaprodi Hubungan Internasional Universitas Bakrie ini.
Laporan: Muhamamad Hafidh