KedaiPena.Com – Bagi kalian yang sedang berwisata ke kawasan Geopark Ciletuh, Sukabumi tidak afdol rasanya jika tidak menyempatkan diri untuk berkunjung ke Museum Konservasi dan Arboretum Geopark Ciletuh, di Panenjoan, Pelabuhan Ratu.
Pasalnya di museum yang berlokasi di Desa Tamanjaya, Kecamatan Ciemas ini kalian akan disuguhi secara global gambaran Geopark Ciletuh yang terkenal dengan keanekaragaman hayati, geologi dan budaya.
“Dimana geopark terdiri ‘geological diversity’, ‘biological diversity’ dan ‘cultur diversity’ yang bertujuan untuk konservasi, edukasi dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan,” ujar Kepala Pengelola Museum Konservasi dan Arboretum Geopark Ciletuh, Pelabuhan Ratu, Asep Supriatna saat berbincang dengan KedaiPena.Com, di kantornya, Kamis (27/12/2018).
Khusus dari sisi keanekaragaman geologi di museum tersebut terdapat bebatuan tertua di Jawa Barat dengan usia 65 juta tahun yang lalu. Konon hasil penelitian menyebut batu tersebut terangkat dari kerak samudra.
“Lalu disini juga ada jenis bebatuan lain yang menandakan bahwa Ciletuh ini bekas dasar lautan dan itu menjadi sumber edukasi bagi dunia pendidikan,” kata dia.
Sementara itu, lanjut dia, khusus keanekaragaman hayati ada sejumlah replika hewan-hewan seperti Elang Jawa yang identik dengan garuda serta Owa Jawa yang memang endemik Ciletuh.
“Belum lagi baru-baru ini di sini telah ditemukan bunga Raflesia Fatma. Ada sekitar 26 buah ditemukan di sini (Ciletuh), hasil pendataan dari mahasiswa IPB,” imbuh dia.
Sedangkan dari sisi keanekaragaman budaya masyarakat Geopark Ciletuh, Pelabuhan Ratu tetap menjaga kelestarian budaya yang ada. Di kecamatan Cisolo, Pelabuhan Ratu, masih ada 11 kampung adat kesepuhan.
“Ada Cipta Mulya dan Sinar Resmi dan Cipta Gelar dan lain-lain. Semuanya ada di Kecamatan Cisolo, dimana untuk adat Baduy Kidul masih dipegang kuat dalam kehidupan sehari-hari,” tambah dia.
Asep pun melanjutkan bahwa Museum Geopark Ciletuh, Pelabuhan Ratu ini dibangun pada tahun 2017 setelah ada penilaian dari ‘asesor’ Unesco waktu ‘assement’. Syarat sebuah kawasan untuk menjadi Unesco Global Geopark adalah memiliki museum.
“Sebelumnya, di Ciletuh, Pelabuhan Ratu belum ada museum. Jadi kita inisiatif untuk membangun. Kita memberikan pelayanan kepada pengunjung wisatawan dan penelitian bahkan pembelajaran bagi siswa sekolah,” ungkap dia.
Khusus tiket masuk, Asep menjelaskan bahwa, para pengunjung tidak akan dikenakan biaya sama sekali.
Hal tersebut lantaran untuk keberlangsungan hidup museum masih mengunakan kas Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi (Papsi).
Kas tersebut didapat dari hasil pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Papsi. Selain itu juga dengan cara adopsi pohon bagi para wisatawan Geopark Ciletuh.
“Satu bibit pohon yang diadopsi untuk pengunjung akan dikenakan biaya sebesar Rp20 ribu per satu pohon dan dipelihara yang kemudian dalam setahun nanti diberi nama wisatawan,” beber dia.
Ke depan dia pun berharap agar Museum Konservasi Geopark Ciletuh ini tidak hanya menjadi aset masyarakat Ciletuh tapi juga menjadi aset bangsa Indonesia.
“Kita sudah melangkah ke Unesco dan diakui oleh dunia internasional jadi ini tanggung jawab kita bersama untuk kita jaga bersama-sama dan satukan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat saling mendukung,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh