KedaiPena.Com- Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati mengakui, jika kondisi perekonomian dan keuangan negara pada akhir tahun 2020 masih sangat memprihatinkan.
Hal tersebut disampaikan oleh Anis saat menangggapi pernyataan Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto yang mengaku optimis ekonomi Indonesia akan tumbuh positif pada kuartal I tahun 2021 dengan kisaran 4 – 5 persen.
“Resesi ekonomi yang terjadi menyebabkan angka kemiskinan akan kembali berada pada angka 10-11 persen, angka pengangguran akan berada pada kisaran 7-8 persen, sedangkan angka Gini Ratio naik menjadi 0,381,” kata Anis, Senin, (8/2/2021).
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini juga menyampaikan bahwa kinerja APBN tahun 2020 berada pada kondisi terendahnya. Ralisasi pendapatan negara mencapai Rp1.633,6 triliun atau tumbuh negatif sebesar -16,7 persen
Anis menambahkan, rendahnya penerimaan negara tersebut, menyebabkan defisit anggaran mencapai Rp956,3 triliun atau 6,09 persen terhadap PDB.
“Untuk menutup defisit anggaran tersebut, menyebabkan pembiayaan anggaran pada tahun 2020 tercatat mencapai Rp1.190,9 triliun. Utamanya bersumber dari pembiayaan utang yang mencapai Rp1.226,8 triliun,” ujarnya.
Di sisi lain, Anis menyampaikan, penyusunan APBN 2021 juga masih dipengaruhi oleh kondisi penyebaran Pandemi Covid-19 yang sangat tinggi. Kinerja ekonomi global pada tahun 2021 masih diliputi ketidakpastian.
Defisit APBN 2021, tegas Anis, diprediksi sebesar Rp1.006,4 triliun atau sekitar 5,57 persen terhadap PDB. Dalam APBN tahun 2021, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp1.177,35 triliun.
“Selain itu, Pemerintah memerlukan dana besar untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan Covid-19. Realisasi Dana PEN 2020 mencapai angka Rp579,78 triliun dan program PEN 2021 direncanakan sebesar Rp553,1 triliun. Dalam dua tahun terakhir ini, Pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp1.132,88 triliun,” ungkapnya.
Politisi senior PKS ini menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi minus di tahun 2020, tidak terelakkan. Belanja masyarakat masih rendah, investasi maupun ekspor masih tumbuh negatif dan menunggu sinyal pemulihan ekonomi global.
Sementara, lanjut Anis, belanja pemerintah yang tumbuh positif tetap belum optimal, sehingga tidak bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita tidak mungkin mendorong konsumsi dan investasi kembali normal ketika kondisinya masih tidak normal. Masih ada wabah. Sebaiknya, fokus pemerintah dan seluruh otoritas adalah mempercepat penanggulangan wabah, membantu masyarakat terdampak, dan membantu dunia usaha bertahan,” tegasnya.
Anis juga menyoroti jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang masih sangat tinggi. Per-tanggal 7 Februari 2021, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1.157.837 kasus (berdasarkan data Satgas Gugus Covid-19).
Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya yaitu Pakistan dengan jumlah penduduk yang hampir sama (224 Juta jiwa dengan total kasus 535.914), Pakistan total kasusnya hanya separuh dari Indonesia yang mencapai 1 juta kasus.
“Ini menunjukkan bahwa Pemerintah harus mengubah cara kerjanya dalam menangani pandemi agar ekonomi segera pulih,” tandasnya.
Diketahui, Indonesia sudah memasuki periode resesi ekonomi, dimulai pada saat pertumbuhan ekonomi nasional pada Triwulan II 2020 mengalami pertumbuhan negatif sebesar -5,32% (yoy).
Kemudian berlanjut pada Triwulan III 2020 sebesar -3,49 (yoy) persen dan terakhir pada Triwulan IV 2020 berada pada angka -2,59 (yoy) persen. Secara rata-rata pertumbuhan tahun 2020 sebesar -2,07% (yoy).
Laporan: Muhammad Hafidh