KedaiPena.Com – Keluarnya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dalam sebuah kasus perkara yang tengah di tangani oleh penyidik dari aparat hukum sedianya harus dapat diinformasikan kepada publik.
Hal itu disampaikan oleh Praktisi Hukum dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Andi Syafrani saat merespon pernyataan Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Tangsel Ate Quesyini Ilyas yang menyebut, perkara kasus TPA Cipeucang saat ini masih menunggu pandangan dari para ahli.
“Namanya SP3 artinya tahapannya sudah harus masuk penyidikan, penyidikan ini pada dasarnya sudah ada dugaan terjadinya tindak pidana. Dan kemudian karena sudah terjadinya tindak pidana maka sudah ada dugaan juga terhadap siapa pelaku tindak pidana, tetapi ketika dalam proses penyidikan kemudian setelah mengumpulkan bukti-bukti ternyata penyidik berkesimpulan tidak dapat diteruskan,” ujarnya, Kamis, (2/9/2021).
“Diberhentikan antara lain karena tidak ditemukan atau tidak tercukupinya bukti terhadap tindak pidana ini atau yang kedua ternyata dugaan pelakunya bukan orang yang dimaksud. Ternyata ada orang lain yang menjadi pelaku sebenernya. Atau yang ketiga bukti sama sekali tidak mencukupi seperti yang pertama misalnya saat tahapan penyidikan ternyata kasus tersebut dugaan pidananya berubah,” ungkapnya.
Untuk faktor kedua diberhentikannya penyidikan, Andi menjelaskan penyidik berhak membuka kasus serupa dengan terduga pelaku yang berbeda, sesuai dengan kesimpulan penyidik pada proses penyidikan pertama. Namun, imbuh Andi, hal tersebut tidak termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Sebenarnya bisa aja, jadi kan misalnya yang diberhentikan penyidikan terhadap kasus si A maka sp3nya, perintah penyidikan terkait dengan penetapan dia (si A) sebagai tersangkanya. Nah untuk kasus dugaan terhadap si B, dengan kasus yang sama tapi dengan tersangka yang berbeda, maka harusnya dia mulai baru,” imbuhnya.
Disinggung soal kasus dugaan korupsi di jebolnya sheet pile Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipeucang yang berjalan setahun lebih, Andi mengungkapkan adanya kemungkinan kurangnya alat bukti yang dimiliki oleh penyidik. Sehingga, berjalannya kasus perkara yang tengah ditangani oleh penyidik pun, harus diinformasikan kepada publik.
“(Proses kasus TPA Cipeucang berjalan lambat) Tergantung pada alat bukti ya. Saya menduga alat bukti tidak cukup. Bukan masalah orang (tersangka) yang keliru, tapi mungkin karena dianggap alat bukti tidak cukup sehingga tidak bisa ditindak lanjuti. Ini (diinformasikan ke publik) merupakan pertanggung jawaban lembaga negara. Jadi ini kita bicaranya pada ranah hukum publik secara umum,” tutupnya.
Laporan: Sulistyawan