KedaiPena.Com- Anggota Komisi III DPR Achmad Dimyati menilai tindak pidana korupsi dapat terjadi mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan hingga penyelidikan.
Demikian disampaikan oleh Dimyati begitu dirinya disapa, saat menyoroti kasus dugaan suap terhadap Penyidik KPK dari Polri, AKP Stepanus Robin Pattuju yang dilakukan Walikota Tanjungbalai M Syahrial.
“Orang korupsi atau bertindak kejahatan itu tidak pernah bisa berdiri sendiri, akan tetapi diatasnya pasti ada beberapa kaki, yang pertama adalah oknum birokrasi baik oknum di eksekutif, oknum legislatif, dan juga oknum yudikatif yang bertujuan untuk memperkaya pribadi atau kelompoknya dengan cara mengambil uang negara,” ucap Dimyati , Rabu (28/4/2021).
Akan tetapi, kata Dimyati, oknum birokrasi tersebut juga tidak dapat melakukan dengan sendirian, sehingga terdapat cukong atau white collar crime. Namun mereka pun tidak berani jika aparat penegak hukumnya bersih, tajam dan terpercaya.
“Oknum birokrasi dan cukong itu berani bermain karena adanya oknum aparat penegak hukum, maka kejahatan itu (korupsi, red) ya tiga kaki tersebut. Sehingga kejadian Wali Kota Tanjungbalai merupakan salah satunya, yang diduga ada petugas KPK yang menerima suap atau ingin memeras,” tambahnya.
Namun, dirinya menyampaikan, tidak semua aparat penegak hukum seperti itu. Menurut Dimyati, maasih banyak yang masih bagus dan baik tetapi tidak diberikan ruang dan tempat yang strategis.
“Kita harap KPK dapat melakukan reformasi birokrasi, dan betul-betul mengedepankan serta mengadakan fit and proper test untuk para pegawai KPK yang tentunya harus selektif,” katanya.
Menurutnya reformasi birokrasi perlu dilakukan untuk menguatkan dan meluruskan dalam recruitment pegawai dan petugas.
Sehingga, lanjut Politikus PKS ini, petugas dari lembaga anti-rasuah Kuningan, tersebut dapat kompak dan tajam karena sistem mereka sulit untuk diajak main-main.
“Tapi dengan kejadian ini (dugaan kasus suap penyidik KPK, red) sangat aneh, meskipun saya sudah membacanya. Karena pasti ada saja kelompok atau oknum yang memang menjadi problem, yakni pemikirannya pragmatis,” pungkasnya.
Sebelumnya, kasus dugaan suap tersebut terungkap setelah penyidik KPK menggeledah rumah dinas Syahrial, Selasa (20/4). Sampai saat ini penyidikan tengah mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji perihal lelang/mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.
Bermulanya Kasus tersebut ketika Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin mengenalkan Stepanus kepada Syahrial pada Oktober tahun lalu. Setelah itu Stepanus mengenalkan Syahrial kepada Maskur Husain yang merupakan seorang pengacara.
Setalah itu Stepanus dan Maskur kemudian sepakat untuk membuat komitmen dengan Syahrial, untuk tidak ditindaklanjuti terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai oleh KPK. Dan mereka meminta uang sebesar Rp1,5 miliar.
Permintaan tersebut di setujui oleh Syahrial, sehingga Stepanus menegaskan kepada Syahrial bahwa penyidikan tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.
Dalam kasus ini, Steppanus dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Syahrial dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Laporan: Muhammad Lutfi