KedaiPena.Com – Pengamat Politik M Nasih menilai dugaan suap yang menyeret nama Komisioner KPU Wahyu Setiawan telah menodai kedaulatan rakyat Indonesia.
“Ini bukan lagi pertanda buruk. Itu merupakan penodaan kepada kedaulatan rakyat,” jelas Nasih kepada KedaiPena.Com, Kamis, (16/1/2020).
Menurut Nasih, komisioner yang semestinya menjadi penyelenggara yang adil ternyata berpihak kepada para pihak, dan lebih nistanya lagi karena uang.
“Keberpihakannya bukan karena kebenaran,” tegas Nasih.
Nasiih menegaskan indikasi tentang penyuapan kepada Wahyu sebenarnya sudah terlihat dari gerak-gerik kehidupan mereka sendiri.
“Terutama gaya hidup mereka yang tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Gaya hidup mewah itulah yang membuat mereka terjerumus ke dalam praktik korupsi yang lebih memalukan,” tegas Akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini.
DKPP telah memeriksa Anggota KPU RI, Wahyu Setiawan dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu untuk perkara nomor 01-PKE-DKPP/I/2020, Rabu, (15/1/2020).
Perkara yang merupakan perkara pertama yang disidangkan pada tahun 2020 ini diadukan oleh Ketua dan Anggota Bawaslu RI, yaitu Abhan, Ratna Dewi Pettalolo, Fritz Edward Siregar, Rahmat Bagja dan Mochammad Afifuddin.
Wahyu diadukan karena diduga meminta atau menerima hadiah untuk meloloskan Calon Legislatif (Caleg) Pergantian Antar Waktu (PAW) dari PDI Perjuangan.
Ketua Bawaslu RI, Abhan pun menyebut Wahyu telah melanggar sumpah jabatan dan prinsip mandiri serta tidak bersikap profesional berkaitan dengan tindakannya tersebut.
Dalam sidang, Wahyu mengakui bahwa dirinya telah melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pemberian suap kepada dirinya, di antaranya adalah Agustiani Tio Fridelina (Tio), Doni dan Saeful.
Bahkan ia menyebut dirinya telah melakukan pertemuan dengan tiga orang tersebut, baik secara formal di kantornya, maupun secara informal di luar kantornya.
Pertemuan itu, ungkap Wahyu, telah dilakukan sejak rapat pleno penetapan Anggota DPR Periode 2019-2024. Wahyu juga mengakui bahwa dirinya tidak pernah mengajak orang-orang dari Sekretariat Jenderal KPU RI dalam pertemuan-pertemuan tersebut.
Selain itu, Wahyu juga mengakui bahwa dirinya telah melakukan tindakan yang sifatnya menjanjikan atau mengupayakan untuk memenuhi permintaan Tio, Doni dan Saeful terkait Caleg Pergantian Antar Waktu (PAW) dari PDI Perjuangan.
Meskipun demikian, Wahyu juga mengatakan bahwa dirinya juga mengetahui bahwa permintaan dari ketiganya sulit dilaksanakan karena tidak memenuhi syarat ketentuan peraturan yang berlaku.
Tio, Doni dan Saeful, ungkap Wahyu, meminta kepada dirinya agar memasukkan nama Caleg Harun Masiku sebagai Caleg PAW yang menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
“Saya belum pernah berkomunikasi dengan Harun, kenal juga tidak, baik komunikasi ketemu langsung atau tidak langsung, saya belum pernah,” kata Wahyu.
Ia menambahkan, dirinya mengisahkan bahwa peristiwa yang disebutnya sebagai “fenomena permakelaran” ini telah diungkapkannya kepada Ketua KPU RI Arief Budiman dan Anggota KPU RI, Evi Novita Ginting Manik.
Kepada Arief Budiman, Wahyu meminta mengirim surat penolakan kepada PDI Perjuangan karena Harun tidak dapat menggantikan Nazarudin Kiemas. Terlebih, kata Wahyu, KPU telah memutuskan bahwa Harun Masiku tidak dapat menjadi Caleg PAW.
Menurutnya, ia sungkan untuk menolak permintaan yang dilayangkan Tio, Doni dan Saeful karena sudah berkawan sejak lama. Ia menambahkan, dirinya dan Arief Budiman telah menyampaikan hal ini kepada beberapa pihak.
“Ketua juga sudah menyampaikan kepada kami, bahwa ketua sudah berupaya menjelaskan kepada beberapa pihak, termasuk menceritakan kepada Pak Johan Budi, anggota komisi 2 DPR,” kata Wahyu.
Dalam sidang ini, Wahyu tidak membuka terkait dugaan suap yang disebutkan dalam pokok aduan. Sebab, hal ini dinilainya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Jadi mohon maaf tidak bermaksud tidak terbuka tetapi jelas terkait dengan dugaan ketidak profesionalan tentu saya menyerahkan kepada majelis hakim,” ujarnya.
Laporan: Muhammad Lutfi