KedaiPena.Com – Akademisi Universitas Kristen Indonesia (UKI) sekaligus Syahganda Nainggolan menilai, pernyataan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian yang meminta publik menonton video penuh yang berisi penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) sangat disayangkan. Pernyataan tersebut, sambung dia, mengesankan adanya intervensi untuk menyelamatkan Ahok.
“Sebagai Kapolri, seharusnya Tito bisa obyektif dan tidak melakukan intervensi terhadap tim penyidik yang menangani kasus Ahok,” kata Doktor lulusan Universitas Indonesia ini di Jakarta, Kamis (13/10).

”Kenapa Kapolri minta masyarakat tonton video Ahok secara lengkap? Saya pikir Kapolri itu bukan penyidik. Kapolri itu harus menunggu penyelidikan dan penyidikan dari tim penyidik, itu yang harus ditunggu,” sambung Syahganda.
Aktivis senior ini kemudian meminta Tito agar tidak mencari pembenaran dengan meminta publik agar memahami konteks kejadian penistaan yang dilakukan Ahok.
“Saya lihat Kapolri mengatakan bahwa, tolong lihatlah pidato Ahok itu dalam konteks, konteks quote and quote. Artinya kalau dalam video penuh Ahok ini sedang berbicara dalam sebuah program kerja pemerintah, kemudian itu hanya untuk membuat suasana keyakinan agar penduduk yang dapat program itu enggak usah takut,” dia menambahkan.
Dalam teori-teori sosial, Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) menambahkan, konteks itu bisa didekonstruksi. Dalam teori ilmu sosial itu ada konstruksi, rekonstruksi, dan ada dekonstruksi.
“Dalam teori dekonstruksi, kita bisa melihat semua itu, apakah memang Ahok itu konteksnya settingan atau bukan. Apa yang dimaksud konteks, dia pergi ke Pulau Seribu, kemudian dia memberikan program, kemudian dia bicara politik, apakah konteks itu disengaja atau tidak disengaja?” jelas dia.
“Kalau menurut saya, setelah mendekosntruksi semua isi video itu di menit 19 kalau gak salah, yang poinnya menghina Alquran atau menghina ulama, itu sebenarnya kalau kita dekonstruksi kelihatan niatnya Ahok itu mau menghina, cuma pura-pura dibuat ada konteks. Jadi dalam istilah Erving Goffman dalam Ilmu Sosiologi dalam cerita dramaturgi, sebenarnya konteks itu bisa diciptakan. Itu konteks bisa by setting. Jadi Pak Kapolri harus cermat,” imbuh Syahganda.
(Prw)