KedaiPena.Com – Komisi Yudisial (KY) menjadi juru kunci untuk memeriksa dan menguji legalitas penuntunan sumpah pimpinan DPD RI 2017-2019 yang diketuai Oesman Sapta Odang (OSO) dan dilakukan Wakil Ketua MA Suwardi.
Demikian kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Totok Yuliyanto, menyusul keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan gugatan terhadap penuntunan sumpah tersebut tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard).
Keputusan tersebut tercatat dalam amar putusan perkara Nomor 4/P/FP/2017PTUN-JKT dan dibacakan Majelis Hakim PTUN yang diketuai Ujang Abdullah, 8 Juni lali.
PBHI sendiri telah menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim ke KY dengan terlapor Suwardi, 11 April silam dengan tiga poin sebagai dasar laporan.
Pertama, Putusan MA No. 38P/HUM/2017 dan Putusan MA No. 20P/HUM/2017 yang melarang pemilihan Pimpinan DPD 2017-2019 dengan batasan waktu 2,5 tahun.
Kedua, kejanggalan waktu yang sangat singkat antara proses pemilihan Pimpinan DPD RI 2017-2019 dengan kehadiran Suwardi untuk menuntun sumpah jabatan.
Ketiga, pertemuan tertutup di MA pada siang harinya, antara Suwardi, Wakil Ketua MA, dan Sekretaris DPD RI, yang diduga melibatkan politisi. Laporan ini juga didukung bukti-bukti dokumen yang menunjukkan adanya dugaan kuat rekayasa dalam Sidang Paripurna Pemilihan Pimpinan DPD RI 2017-2019 itu.
“Komisi Yudisial seperti kehilangan kepercayaan diri, hingga akhirnya tugasnya menjaga integritas hakim dan Mahkamah Agung justru tidak berjalan,” ketusnya dalam siaran pers di Jakarta, Senin (12/6).
Totok menyatakan demikian, lantaran sejak mengajukan laporan hingga pekan lalu, PBHI tidak melihat adanya perkembangan berarti. “Seolah-olah seperti main aman, karena menunggu keluarnya Putusan PTUN terlebih dahulu,” ketusnya.
Kini, setelah Putusan PTUN keluar, menurutnya, maka KY tidak bisa menghindar untuk terbuka dan objektif dalam memeriksa terlapor, yang diduga kuat masuk dalam kualifikasi dan melanggar Poin 4 tentang Bersikap Mandiri, Poin 5 tentang Berintegritas Tinggi, Poin 6 tentang Bertanggung Jawab, Poin 7 tentang Menjunjung Tinggi Harga Diri, Poin 8 tentang Berdisiplin Tinggi, serta Poin 10 tentang Profesional, dari Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KE-PPH).
“Putusan PTUN adalah sirene bagi Komisi Yudisial untuk keluar dari persembunyiannya dan segera memanggil dan memeriksa terlapor atau saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terkait penuntunan Sumpah Pimpinan DPD RI 2017-2019,” beber Pengacara publik PBHI, Julius Ibrani.