Artikel ini ditulis oleh Ahmad Khozinudin, Advokat.
Saat diskusi ‘Perspektif Advokat’ digelar pada Jum’at kemarin (19/5/2023), saya meyampaikan paparan terkait adanya pernyataan menarik yang disampaikan Ketua DPP NasDem Willy Aditia ketika menyatakan kasus yang menimpa Johny G Plate adalah politisasi hukum, bukan kriminalisasi.
Pernyataan ini mengkonfirmasi NasDem secara implisit mengakui kadernya bermasalah melakukan kejahatan korupsi di proyek BTS 4G.
Hanya saja, NasDem mengeluh kasus ini dipolitisasi. Maksudnya, kasus hukum yang menimpa Johny G Plate dipolitisasi untuk tujuan politik tertentu, bisa saja bertujuan untuk: 1. Menggagalkan pencapresan Anies, 2. Menurunkan elektabilitas NasDem yang juga berdampak pada tergerusnya elektabilitas Anies, 3. balas dendam politik PDIP, dan tujuan politik lainnya, bukan murni penegakan hukum.
Untuk adanya dugaan dendam politik PDIP, dapat kita simpulkan dari pernyataan Dedy Sitorus anggota DPR RI dari PDIP, yang mengungkit Kejagung di era NasDem (saat dipimpin HM Prasetyo), melakukan tindakan politisasi institusi kejaksaan dengan melakukan konsolidasi di Ancol, keluhan kepala daerah diancam jaksa agung, hingga mempertanyakan apa saja kerjaan NasDem saat menguasai jaksa agung selama 5 tahun.
NasDem tak berani mengatakan kasus yang menimpa Johny G Plate sebagai kriminalisasi. Karena NasDem sadar, korupsi jelas-jelas kejahatan.
Berbeda dengan apa yang menimpa HTI dan FPI. Selain politisasi hukum yang bertujuan untuk membungkam dakwah HTI dan FPI, kasus pencabutan BHP HTI dan tidak terbitnya SKT FPI berdalih Khilafah jelas-jelas kriminalisasi. Sebab, mendakwahkan Khilafah bukanlah kejahatan. Berbeda dengan korupsi yang jelas kejahatan.
HTI dituduh penjahat dan mengedarkan kejahatan, dikriminalisasi dengan dicabut BHP nya, hanya karena konsisten mendakwahkan Khilafah.
FPI dituduh penjahat dan mengedarkan kejahatan, dikriminalisasi dengan tidak diterbitkan SKT nya, hanya karena dalam AD ART FPI ada visi misi menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah Khilafah ala Minhajin Nubuwah.
Rezim Jokowi mengkriminalisasi HTI menggunakan tangan Kemenkum HAM. Rezim Jokowi mengkriminalisasi FPI menggunakan tangan Kemendagri.
Jadi, kalau NasDem playing victim, bernarasi menjadi korban kezaliman rezim Jokowi, rasanya tidak tepat mengingat dua hal:
Pertama, Johny G Plate jelas-jelas penjahat yang melakukan aktivitas kejahatan korupsi. Korupsi adalah kejahatan, sehingga tindakan memproses hukum koruptor bukan kriminalisasi.
Kasusnya beda jauh dengan HTI dan FPI yang dikriminalisasi, karena Khilafah bukan kejahatan, pengemban dakwah Khilafah juga bukan penjahat.
Kedua, NasDem juga bagian dari rezim Jokowi. NasDem hanya berpindah haluan, mencari sekoci penyelamatan politik dengan mengusung Anies, karana paham kapal politik Jokowi akan segera karam.
NasDem juga punya track record buruk. Selain menjadi bagian pendukung Ahok, si penista agama, NasDem juga partai yang mendukung kriminalisasi dan pembungkaman terhadap HTI dan FPI.
Hermawi Taslim yang saat ini menjadi Plt Sekjen NasDem pernah memberikan garansi akan tetap menjadikan HTI dan FPI terlarang jika nantinya Anies yang diusung NasDem menjadi Presiden.
Jadi, sebenarnya NasDem tak punya akar untuk mencari dukungan umat, dalam kasus yang menimpa Johny G Plate. Biarlah NasDem menghadapi kasusnya sendiri, menuntaskan perseteruan politiknya dengan PDIP.
[***]