KedaiPena.Com – Ketua Umum Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Bob Hasan meminta Kejagung RI tidak mempolitisasi kasus Jiwasraya. Kejagung, tambah dia, harus mengusut kasus ini berlandaskan hukum dan tidak dapat memanfaatkan perkara ini ke arah politik.
“Sebagai bangsa yang merdeka, sudah seharusnya kita meyakini penegakan hukum yang benar tanpa adanya gangguan politik manapun. Hal ini adalah kunci sukses demi pembangunan nasional,” ujar Bob kepada Kedai Pena, Minggu (19/1/2019).
Sejauh ini, tambah Bob, dugaan kerugian negara dalam kasus Jiwasraya sangat fantastis, berkisar sekitar Rp13 triliunan. Dan seharusnya penyampaian nilai kerugian ini dilakukan dengan gamblang, sehingga mengarah kepada pelaku-pelaku yang merugikan negara itu.
“Seharusnya yang menyampaikan dugaan kerugian negara itu adalah BPK. Sehingga akan terpapar, siapa saja terduga pelakunya. Sekarang ini kan aneh, kok hanya Benny Tjokro (Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro) terus yang diangkat berita. Seolah-olah hanya dia yang bertanggung jawab atas kerugian negara,” lanjutnya.
“Ini sudah zaman terbuka. Dengan pernyataan ini, saya meminta kepada Kejagung RI untuk bekerja secara proporsional dan profesional tanpa ada pelibatan politik, jangan ada yang di sembunyikan,” tutup Bob.
Sebelumnya Kejaksaan Agung menahan lima orang termasuk Benny Tjokrosaputro alias Bentjok dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan investasi Jiwasraya. Bentjok merupakan pemegang saham sekaligus petinggi di dua perusahaan terbuka, yakni Hanson International (MYRX) yang merupakan induk dari puluhan perusahaan, dan Sinergi Megah Internusa (NUSA).
Saat ini, saham Hanson nyangkut di harga terendah Rp 50 per lembar. Jiwasraya disebut-sebut terdampak oleh kejatuhan saham Hanson. Bentjok sendiri membantah hal tersebut.
“Enggak ada tuh, saham Hanson jatuh karena viral,” ujarnya, pekan lalu. Berita viral yang dimaksud terkait penghimpunan dana secara ilegal.
Kuasa Hukum Bentjok, Muchtar Arifin pun membantah adanya permainan terkait kejatuhan saham Hanson. Menurut dia, jika Jiwasraya mengalami kerugian investasi di saham tersebut maka itu merupakan tanggung jawab manajemennya.
Dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2016 disebutkan investasi Jiwasraya dalam bentuk Medium Term Notes atau MTN senilai Rp 680 miliar di Hanson International Tbk berisiko gagal bayar. Namun, MTN tersebut telah dibeli kembali Hanson.
“Benny pernah melakukan pinjaman MTN dan sudah selesai tepat waktu pada 2016 atau setahun kemudian,” kata Muchtar.
Pengusutan kasus ini bermula dari kegagalan Jiwasraya membayar klaim polis JS Saving Plan pada Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar polis ini terus membengkak. Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun.
Selain salah membentuk harga produk yang memberikan hasil investasi pasti di atas harga pasar, Kejaksaan Agung menemukan BUMN asuransi ini memilih investasi dengan risiko tinggi demi mencapai keuntungan besar.
Kejaksaan Agung menyebutkan kerugian negara akibat dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi Jiwasraya sekitar Rp 13,7 triliun pada Agustus 2019. Sementara itu Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan Asuransi Jiwasraya melakukan rekayasa keuangan dalam menutupi kerugian perusahaan sejak 2006.
Laporan: Muhammad Lutfi