KedaiPena.Com – Kucuran Penyertaan Modal Daerah (PMD) untuk Bank Banten pada PT Banten Global Development (PGD) BUMD Pemprov Banten yang didanai dari APBD 2020 melalui Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan Perda 5/2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah ke dalam Modal Saham PT Banten Global Development untuk pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten dinilai tidak menerapkan prinsip dasar investasi daerah sesuai PP Nomor 54 Tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Rizki Irwansyah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Banten (Jakarta) menilai Penyertaan Modal Daerah (PMD) untuk Bank Banten pada PT Banten Global Development yang didanai oleh APBD-P 2020 dengan total keseluruhan sebanyak Rp2,2 triliun tidak layak jika melihat urgensi dan manajemen resiko, terlebih keuangan Pemprov mengalami defisit hingga Rp1,796 T.
“PP Nomor 54 Tentang BUMD Pasal 23 menyebutkan harus melakukan analisa investasi, manejemen resiko, rencana dan target capaian terlebih dahulu sebelum mengeluarkan Perda untuk PMD. Jadi pada prinsipnya, sebelum pemerintah dan DPRD memutuskan menambah PMD, harus diuji sejauh mana tambahan modal bisa meningkatkan performa Bank Banten. Selain itu apakah tambahan modal tersebut termasuk urgent atau tidak, yang nantinya berujung di perjanjian investasi antara Perusahaan BUMD dengan Pemda. Kan mestinya begitu,” ucap Rizki Irwansyah dilansir dari Banten.co.
Menurut Rizki, penyertaan modal ini terkesan serampangan. Alasannya, manajemen internal kedua perusahaan milik Pemprov yakni Bank Banten selaku anak perusahaan PT BGD acapkali mengalami masalah, bahkan tak pernah ada redanya sejak pertama berdiri. Selain itu, Ia menilai, ditengah kondisi keuangan daerah yang defisit akibat pandemi, pemprov juga belum sepenuhnya terbuka soal penggunaan modal ini apakah untuk jangka pendek dan menengah,
Pertanggungjawaban atas PMD inilah yang disorot oleh mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Banten (HMB) Jakarta. Oleh karenanya, Rizki berharap Pemerintah membuka hasil analisa, manajemen resiko, dan rencana target serta capaian Perusahaan BUMD penerima dana dari APBD,
“Dananya kan gak sedikit, lebih dari Rp2 (dua) triliun, Pemda dan PT. BGD terbuka dong hasil analisa dan business plan-nya, uangnya kan sejatinya uang rakyat itu tidak bisa sembarangan diberi kepada BUMD yang gak jelas” tegas Rizki.
Meskipun dirinya kurang tahu percis kasus korupsi pada Penyertaan modal untuk Bank Banten Tahun 2013 silam seperti apa, Ia menyebut, mungkin kalau PMD ini tidak diawasi dengan baik akan mengulang kejadian yang sama,” tambahnya.
Rizki berharap menyoal penyertaan modal pada Bank Banten, Pemda semata-mata benar untuk menyelamatkan Bank Banten, bukan untuk menguntungkan pribadi atau menyelamatkan saham di luar kepemilikan pemerintah.
Seperti yang diketahui sejak bersalin rupa menjadi BPD pada 2016, Bank Banten terus membukukan kerugian. Pada 2016, Bank Banten membukukan rugi senilai Rp414,940 miliar. Satu tahun kemudian krmbali rugi Rp76,22 miliar. Pada akhir 2018, jumlah kerugian kembali meningkat menjadi Rp94,960 miliar. Terakhir, pada 2019 Bank Banten menderita kerugian Rp157,56 miliar. Kerugian yang menjadi teman akrab Bank Banten.
Sebelumnya, DPRD Banten menyetujui adanya penyertaan modal Rp 1,5 triliun dari APBD provinsi untuk Bank Banten. Kesepakatan diketuk dalam rapat paripurna DPRD di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Serang.
Penyertaan modal Rp 1,5 triliun, dari total keseluruhan sebanyak Rp2,2 triliun ini, tertuang dalam Perda tentang Perubahan atas Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penambahan Penyertaan Modal Daerah ke Dalam Modal Saham PT BGD untuk Pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten. Seluruh fraksi menyetujui penggelontoran tersebut.
Usai paripurna, Gubernur Wahidin Halim mengatakan lewat penyertaan ini Bank Banten secara otomatis akan ada restrukturisasi dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyertaan modal juga merupakan langkah menyehatkan bank tersebut.
“Setiap ada penyehatan, ada restrukturisasi, itu jadi penting. Restrukturisasi bisa saja penambahan, bisa penggantian,” kata Wahidin, Selasa (21/7/2020).
Saat ditanya apakah gubernur akan mengembalikan kas daerah dari BJB kembali ke Bank Banten, Wahidin menjelaskan hal yang paling pertama adalah upaya penyehatan. Bank Banten menurutnya harus kembali mendapat kepercayaan dari publik.
Ia juga menyebut bahwa bank ini memiliki beban utang piutang dari yang ditinggalkan saat akuisisi Bank Pundi senilai Rp 3,6 triliun. Harusnya, utang itu menjadi milik bank tersebut namun harus jadi tanggungan Bank Banten. Jadi, Wahidin memperkirakan bank ini membutuhkan modal kurang lebih Rp 3,2 triliun.
Laporan: Sulistyawan