KedaiPena.com – Pemulihan kerusakan lahan atau lingkungan, maupun upaya pencegahan kerusakan, dinyatakan hanya dapat efektif dilakukan jika strategi pengembangan dan pemulihan sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah.
Direktur Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Edi Nugroho menyatakan kerusakan lahan dapat disebabkan oleh banyak faktor.
“Jika kerusakan lahan itu disebabkan oleh perusahaan, itu bisa lebih mudah ditangani. Berbeda jika konteksnya ekonomi atau konteks sosial. Jika ekonomi atau sosial, untuk menjawabnya perlu dilakukan pengenalan karakteristik dari tiap daerah,” kata Edi dalam talkshow Mengapa Kerusakan Lingkungan Terjadi? dalam gelaran OUTFEST 2022 di GBK Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Ia menyatakan isu pertama yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan adalah luas hutan Indonesia yang mencapai sekitar 90 juta hektar. Jadi untuk menjaganya dibutuhkan keterlibatan semua pihak.
“Jumlah pengawasnya memang kurang. Belum ditambah dengan keberadaan tambang, baik yang berizin maupun tidak berizin. Yang berikutnya adalah sektor pertanian, dimana pemahaman rakyat sebagai pengolah lahan, tak selamanya sama dengan keinginan pemerintah. Jadi perlu pemahaman dari semua pihak untuk menjaga kelestarian lingkungan,” ungkapnya.
Edi menyebutkan untuk menuntaskan kerusakan lingkungan secara efektif yang perlu dilakukan adalah pendekatan secara wilayah.
“Kami membentuk kelompok masyarakat terlebih dahulu, baik Pokmas, Darwis ataupun Bumdes. Setelah terkumpul, baru kami mengajak masyarakat untuk mulai merancang program pemulihan dan penataan wilayah yang akan dipulihkan,” ungkapnya lagi.
Dan selama dua hingga tiga tahun, lanjutnya, pihak KLHK akan mendampingi kegiatan masyarakat ini.
“Kegiatan percontohan dan keteladanan dari pejabat desa ini akan mengembangkan upaya pemulihan lahan secara efektif dan berhasil. Kalau tidak ada contoh, program ini tidak akan berhasil,” kata Edi.
Contohnya adalah bekas Tambang Batu Gamping di Wonosari. Masyarakat di sana meminta pasar, Karena belum tersedia pasar di daerah tersebut.
“Akhirnya pasar itu berhasil berkembang menjadi Pasar Ekologis. Bumdes dan karang taruna setempat juga berhasil mengembangkan inovasi-inovasi di tempat itu, yang mampu memberikan alternatif penghasilan dari pasar tersebut dan bekas lokasi tambang,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa