KedaiPena.Com – Muhammad Gunawan, pendaki gunung senior ini tidak asing di telinga para pecinta alam. Pria yang mashyur disapa Kang Ogun ini sudah melakukan ekspedisi di berbagai belahan dunia.
Sebut saja Mount Reinier Amerika Serikat, Vasuki Parbat India, Kilimanjaro Afrika, Everest via jalur Tibet-China. Selain itu, Kangchenjunga, Paldor, Pumori dan Island Peak sudah ia jejaki. Keempatnya berada di Nepal.
Ia pun kerap mengikuti kursus di banyak negara. Di antaranya kursus mountaineering di Nehru Institute of Mountaineering, Uttarkashi India dan ice climbing technique dan seminar winter di Rainier Mountaineering Inc, Washington State, AS.
Di dalam negeri, berbagai puncak berhasil digapai. Mulai Gede, Pangrango, Soputan, Semeru, Rinjani hingga Cartenz Pyramid sukses ia taklukan.
Namun, keperkasaan Ogun mulai menurun ketika penyakit kanker nasofaring stadium 4 menggerogoti tubuhnya.
Ogun yang kini berusia 58 tahun, sejak akhir 2015 pun berupaya melawan kanker tersebut. Berbagai upaya ia lakukan, mulai dari pengobatan herbal hingga medis.
Ia pub berbagi pengalamannya itu kepada peserta ‘Uji Nyali Tebing Parang’, akhir pekan lalu, Sabtu-Minggu (17-18/12).
Dalam proses terapi, tercatat ia menjalani 4 kali kemoterapi dengan full dosis, dan dilakukan setiap 3 minggu sekali. Kemudian dilanjutkan dengan radioterapi sebanyak 38 kali yang dikombinasikan dengan kemoterapi dengan dosis yang lebih ringan sebanyak 7 kali.
Sejak akhir Juli 2016 lalu, proses terapi sudah dijalaninya, dan kemudian memasuki tahap recovery. Pada babak ini, Ogun yang memang rindu bekerja dan berkegiatan lansung tancap gas.
Ia berkunjung ke manado untuk bekerja, kemudian melakukan snorkling di Bunaken dan rafting di Tomohon. Ia juga ke Palembang untuk melakukan survei sebagai konsultan pariwisata.
Masih dalam rangka hal tersebut di atas, ia melakukan perjalanan ke banyak daerah seperti Tapanuli Selatan dan Yogyakarta. Saat ke Lombok, ia menjalankan misi sebagai pelatih dan asesor pemandu gunung.
Ogun juga sempat memanjat Gunung Parang di Purwakarta sebanyak dua kali via ferata. Dia juga mendaki Gunung Papandayan, Arjuno, Semeru dan berkunjung ke desa tradisional Baduy.
“Aku aktif ini untuk recovery dan terapi. Demi sebuah cita-cita dan ibadah. Sehingga aku merasa bahwa perjalanan-perjalananku saat ini adalah perjalanan spiritual,” kata dia.
Inspirasi Seekor Elang
Selama proses terapi yang cukup berat, pria yang sudah mendaki sejak tahun 1973 ini terinspirasi degan proses hidup seekor elang.
Di mana, saat dewasa, sekitar usia 40 tahun, elang mempunyai dua pilihan. Mati atau bertahan hidup. Sebab di usia tersebut, elang sudah tidak bisa berburu lagi.
Kalau memutuskan untuk hidup lebih lama lagi, elang harus berani melakukan revolusi pada tubuhnya. Ia harus menjalani proses menyakitkan selama kurang lebih 150 hari.
Elang harus terbang setinggi mungkin dan berdiam di suatu tempat. Elang harus mencabut seluruh bulu yang mulai memberatkan dalam tubuhnya. Mematukkan paruh yang mulai bengkok dan cakar yang mulai rapuh ke cadas yang keras.
Ini dilakukan agar ketiga alat berburuya bisa lepas dan tumbuh yang baru. Sungguh menyakitkan. Dan bila beruntung, setelah 5 bulan, akan tumbuh sayap, paruh dan cakar baru. Dengan itu, elang akan bertahan 30 tahun lagi.
Upaya yang keras dan menyakitkan itu, akan memberikan kebaikan di kemudian hari. Dari elang-lah, Ogun mempunyai inspirasi untuk menetapkan mimpi-mimpi hidupnya.
Anggota Wanadri ini menetapkan untuk kembali mendaki gunung tertinggi di dunia, Everest yang sebelumnya sempat ia daki 2 kali paa 1994 dan 1997. Ia menargetkan pada tahun 2018 cita-cita itu terkabul.
Tantangannya tak ringan. Antara lain, adalah faktor usia. Di tahun 2018, ia akan tidak muda lagi, lebih dari 60 tahun. Dan juga kondisi fisik yang menyusut lebih dari 20 kg, sebagai dampak dari penyembuhan. Hal itu tetu menggerogoti fisiknya. Sebuah tantangan yang mesti dijalani.
Laporan: Muhammad Hafidh Â
Â