KedaiPena.Com – Isu penundaan pemilu sebetulnya bukanlah isu menarik yang akan bertahan lama di medsos. Isu artis yang sedang naik daun saja paling lama hanya bertahan beberapa minggu. Jika isu penundaan pemilu dan 3 periode presiden yang dapat bertahan lama selama satu tahun, maka bisa disimpulkan isu tersebut ada yang memelihara.
Hal itu merupakan hasil riset LP3ES, drone emprit dan isu yang bertahan lama tersebut dikelola oleh sepasukan siber medsos.
“Perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal inkonstitusional dan pengingkaran terhadap aturan main demokratis. Ciri pertama adalah kematian demokrasi. Kedua, adanya penyangkalan terhadap legitimasi lawan politik. Ketiga, adanya toleransi atau anjuran kekerasan. Keempat, adanya kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan termasuk media massa,” papar Wijayanto, Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES di Jakarta, belum lama ini.
Manipulasi opini publik adalah tren ruang publik digital yang bersamaan dengan kriminalisasi aktivis lewat UU ITE dan tren serangan teros siber kepada para aktivis pro demokrasi, peretasan akun aktivis dan lain hal. Terjadi juga premanisme digital, sebuah penanda lain dari manipulasi opini publik, yang disebut ciri dari otoritarianisme digital.
“Harus ada pernyataan tegas presiden untuk menolak wacana 3 periode, Jokowi harus menghentikan perdebatan dan menolak wacana tersebut, di tengah masih banyaknya PR bangsa substantif yang belum selesai. Adanya ketimpangan ekonomi, pemulihan ekonomi paska pandemi, kerusakan lingkungan dan isu penting lain,” jelasnya.
Belajar dari sejarah, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dan menjadi otoriter setelah gagal dalam era demokrasi parlementer. Setelah itu Indonesia seolah masuk dalam ‘black hole’, lubang hitam sejarah pada 1965.
Setelah sebelumnya juga muncul kehendak menjadikan Sukarno presiden seumur hidup. Setelah itu Indonesia seolah sulit kembali ke demokrasi seutuhnya ketika Suharto berkuasa 32 tahun.
“Paska demokrasi Indonesia memang menjadi seperti era demokrasi parlementer tetapi struktur politik masih sama seperti era Orba di mana adanya kekuasaan para elit dan oligarki yang membajak demokrasi. Negara demokrasi tetapi tidak sepenuhnya demokratis,” kecewa dia.
Laporan: Sulistyawan