ADA solusi lain kalau pemerintah tidak mau menurunkan harga BBM, yakni turunkan suku bunga bank. Karena menurunkan harga BBM bisa membuat produsen BBM dalam negeri gulung tikar.
Selain bunga sekarang sudah sangat mencekik, penurunan suku bunga bank akan membantu daya beli lapisan masayarakat bawah.
Bukankah uang dan BBM yang dijual di Indonesia sama-sama ambil di Singapura atau negara lainnya. Jadi uang dan BBM sama sama barang impor dong.
Hanya selama ini uang impor ini dijual kepada masyarakat oleh bank-bank dengan harga tinggi, dengan bunga tinggi dan tak peduli keadaan ekonomi masyarakat.
Bank-bank di Indonesia mengambil utang luar negeri dengan bunga yang relatif rendah dibandingkan dengan bunga yang berlaku di dalam negeri, atau suku bunga acuan yang ditetapkan bank Indonesia (BI).
Jadi tampak perbankan ini hanya sebagai kaki tangan bank asing untuk mengeruk bangsa sendiri.
Bank-bank di dalam negeri juga menerbitkan global bond dengan bunga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bunga yang mereka berlakukan di dalam negeri.
Seringkali alasannya adalah faktor depresiasi mata uang dan inflasi. Mengapa rakyat yang harus menanggung dampak inflasi dan depresiasi? Mengapa bukan pemerintah dan negara?
Bunga yang diberlakukan oleh perbankan di Indonesia bisa tiga kali lipat dari bunga pinjaman bank di luar negeri. Contoh misanya bunga yang diberlakukan bank BUMN seperti BTN untuk KPR bisa mencapai 13-14 persen.
Ini tiga kali lipat bunga global bond BUMN di pasar internasional.
Suku bunga yang tinggi ini secara langsung menggerus daya beli masyarakat terhadap barang barang lain, bahan pangan, membeli energi, dan membeli berbagai keperluan hidup lainnya.
Suku bunga yang tinggi ini juga menyulitkan UKM intuk berkembang, karena dua pertiga keuntungan mereka habis untuk membayar bunga yang mencekik.
Dalam situasi Covid-19 yang sangat melelahkan bagi dunia usaha dan masyarakat, kebijakan pemerintah menurunkan suku bunga akan sangat membantu menyegarkan ekonomi kembali.
Bila perlu bunga di Indonesia harus disetarakan dengan bunga di Cina, Singapura. Atau lebih dahsyat lagi disamakan dengan bunga di USA atau Jepang yang sangat kecil sekali, bahkan peminjam kadang diberi subsidi.
Oleh Pengamat Energi, Salamuddin Daeng