Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Mungkin faktor keturunan, satu kekuarga suka umbar janji. Kali ini Kaesang umbar janji akan membebaskan iuran BPJS Kesehatan.
Padahal, Presiden Jokowi, ayah Kaesang, pernah mencoba memberikan sanksi yang tidak masuk akal kepada masyarakat yang tidak bisa bayar atau menunggak iuran BPJS Kesehatan. Mereka diancam tidak bisa mendapat pelayanan publik tertentu seperti bikin SIM (Surat Izin Mengemudi), STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), Paspor, atau IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Bahkan, penunggak iuran BPJS sempat diancam tidak bisa jual beli tanah atau mengurus sertifikat tanah. Semua itu tertuang di dalam Instruksi Presiden nomor 1 Tahun 2020.
Kedua, iuran BPJS Kesehatan adalah kewajiban bagi masyarakat, kecuali bagi masyarakat penerima bantuan iuran di mana kewajibannya akan ditanggung pemerintah, seperti diatur di Bagian Kedua UU No. 24 Tahun 2011.
Karena itu, membebaskan kewajiban iuran BPJS Kesehatan bagi pekerja dan masyarakat mampu berarti melanggar undang-undang yang berlaku.
Terakhir, iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp144 triliun pada 2022. Atau sekitar 7,1 persen dari total penerimaan perpajakan 2022 sebesar sekitar Rp2.000 triliun. Kalau iuran ini dibebaskan, artinya harus ditanggung APBN, apakah sanggup?
Sedangkan belanja wajib atau mandatory spending untuk sektor kesehatan sebesar 5 persen malah dihapus oleh Jokowi di dalam UU Kesehatan yang baru.
Karena itu, jangan sampai politisi hanya bisa mengumbar janji yang mustahil, melanggar peraturan perundang-undangan, membohongi masyarakat hanya untuk perolehan suara politik.
Semoga rakyat sudah lebih cerdas, jangan sampai menjadi korban janji kosong.
[***]