KedaiPena.Com – Kabar keinginan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep untuk terjun ke dunia politik membuat geger antero tanah air. Pasalnya, sebelum Kaesang, putra sulung Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution telah menjajaki dunia politik tanah air dengan menjadi kepala daerah.
Menanggapi hal itu, Analis Sosial Politik UNJ Ubedilah Badrun memandang jika keluarga Jokowi dapat diketegorikan sebagai model baru dari politik dinasti. Ubed mengakui, secara aturan memang diperbolehkan jika Keasang berniat maju mengikuti kontestasi.
“Jika Gibran, Kaesang, dan lain-lainya keluarga Jokowi untuk maju mengikuti kontestasi secara politik liberal secara aturan boleh tetapi mereka bisa masuk kategori model baru politik dinasti,” jelas Ubed, Sabtu,(28/1/2023).
Ubed menerangkan, jika menggunakan terminologi budaya politik Jawa ada diksi yang sering kali digunakan di arena kekuasaan yang penuh hasrat yaitu politik aji mumpung.
Aji mumpung, lanjut Ubed, yaitu suatu politik kekuasaan yang memanfaatkan posisi sosial dan politiknya untuk terus berkuasa baik diri maupun keluarganya.
“Jadi mumpung ayahnya berkuasa maka dimanfaatkan agar anak dan menantunya juga berkuasa,” beber Ubed.
Ubed pun memandang, ada dua hal yang bisa membatasi orang-orang yang haus akan kekuasaan politik. Pertama, kata Ubed, kesadaran etik dan kedua ialah tekanan publik.
“Jadi sesungguhnya secara etik politik praktik haus kekuasaan itu adalah praktek yang dibenci dan ditolak oleh kesadaran etik. Jika tetap memaksakan diri maka itu maknanya kehilangan kesadaran etik karena aji mumpung,” jelas Ubed.
Ubed menganalisa, alasan mengapa seseorang penguasa ingin anaknya mengikuti jejak orang tua. Menurut Ubed dalam sejarah politik hal itu lantaran sejumlah faktor, diantaranya yang sangat menonjol karena rasa takut kehilangan pengaruh dan takut terbongkarnya masalah oleh penguasa.
“Mirip kerajaan. Dalam kasus Indonesia saat ini apakah karena hal itu? Hanya yang bersangkutan dan Tuhan yang tau,” beber Ubed.
Kerajaan Jokowi Bersembunyi Dibalik Politik Elektoral
Ubed pun menerangkan, dalam demokrasi siapapun boleh mengikuti kontestasi politik elektoral melalui pemilihan umum, termasuk mereka yang haus dan rakus kekuasaan sehingga anak dan keturunanyapun ingin terus mendapatkan kekuasaan.
“Dalam situasi seperti itu wajah dinasti politik atau Kerajaan bisa bersembunyi dibalik politik elektoral,” tegas Ubed.
Ubed mengakui, ada semacam model baru dinasti politik di era demokrasi liberal dan digital ini. Hal ini lantaran dipilih oleh rakyat melalui pemilu tetapi motif sesungguhnya adalah membangun dinasti agar keturunanya terus berkuasa dan menguasai sumber daya.
“Untuk kelangsungan kekuasaan diri dan keluarganya,” tegas Ubed.
Ubed melanjutkan, substantif politik dinasti itu kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah tujuannya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.
“Prosesnya kini bisa saja melalui pemilihan umum, tidak lagi turun-temurun seperti kerajaan tetapi perilaku politiknya mirip kerajaan. Bahkan perilakunya bisa mirip kerajaan absolut,” tandas Ubed.
Laporan: Tim Kedai Pena