KedaiPena.Com – Kadistamben Sumut, Eddy Saputra Salim diminta menyebutkan perusahaan mana saja yang kini tak lagi memiliki Ijin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana yang pernah ia sebutkan, bahwa hanya tinggal 6 perusahaan lagi di Sumut yang memiliki IUP.
Program Manager Jaringan Monitoring Tambang dan Pelestarian Alam (JMT-PELA), Susilo Laharjo menerangkan, data yang dimiliki pihaknya, terdapat 8 perusahaan yang masih memiliki IUP aktif dan tersebar di 5 Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Kabupaten Madina, Kabupaten Labuhan Batu Utara dan Tapanuli Selatan.
“Dimana kedelapan IUP yang ada di Sumatera Utara ini terdiri dari PT Antam dengan luas WIUP 55.692 Ha di Taput seluas 39.752 Ha dan Tobasa seluas 15.940 Ha, PT Inti Cipta Jaya Tambang seluas WIUP 19.310 Ha, PT Panca Karya Prima seluas WIUP 31.070 Ha, dan PT Surya Kencana Pertiwi Tambang dengan luas WIUP 39.550 Ha yang terdapat di Taput,†sebut Susilo kepada wartawan, Sabtu (13/2).
Untuk Kabupaten Tapsel, lanjut Susilo, terdapat 1 IUP yakni PT Pancaran Bukit Batubara dengan luas WIUP 14.400 Ha sedangkan di Kabupaten Madina terdapat 2 IUP yang terdiri dari PT Madina Mining dengan luas 363 Ha dan PT Quantum Multi Mineral dengan luas WIUP 13.720 Ha. Dan terakhir adalah Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan 1 IUP yang bernama PT Jalahan Batubara Utama dengan luas WIUP 1.035 Ha.
“Bila yang disebutkan oleh Kadistamben tinggal 6 IUP lagi, maka kami sangat mengapresiasi-nya dan kami mohon Kadistamben untuk dapat menjelaskan dua IUP yang sudah tidak aktif yang dimaksud,†tegasnya.
Susilo juga menanyakan skema penagihan PNBP yang akan dilakukan oleh Distamben Provsu. Sebagaimana yang dikutip JMT-PELA dari berbagai media, dimana Kadistamben akan menagih tunggakan PNBP disektor mineral logam, serta menagih tunggakan pajak IUP yang berkaitan dengan batuan, pasir serta kerikil yang telah dicabut izinnya berdasarkan Pengumuman Ditjen Minerba No 226.Pm/04/DJB/2017 tertanggal 31 Januari 2017 Tentang pengumuman kedua puluh dua rekonsiliasi IUP (Evaluasi Pusat).
“Agak aneh memang. Karena sepengetahuan kami, pajak terkait landrent (sewa tanah) dan royalty di pertambangan mineral logam harus disetor oleh pemegang IUP ke rekening kas negara yang bertuliskan kode tertentu berdasarkan NPWP perusahaan. Setelah dilakukan pembayaran, bukti tersebut kemudian yang nantinya akan diserahkan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Sumatera Utara. Jadi, penagihan pajak PNBP bukan dilakukan secara direct (bertemu langsung untuk meminta kewajiban landrent terhadap perusahaan). Dan ini tentunya sudah menyalahi peraturan perundang-undangan,†urai Susilo.
Ia mengatakan, untuk kewajiban pajak terhadap IUP batuan, pasir dan krikil, seharusnya yang menagih pajak IUP tersebut adalah Dispenda Kabupaten/Kota yang mengeluarkan izin tersebut bukan Distamben Provsu.
Karena, terang Susilo, menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah lampiran CC yang menyatakan izin baru yang berkaitan dengan pertambangan maka akan dikeluarkan oleh Provinsi Sumatera Utara, sedangkan izin yang telah diterbitkan akan berkaitan secara langsung dengan Pemda/Pemkot.
“Artinya, penagihan kewajiban IUP batuan, pasir dan kerikil yang telah dicabut harus dilakukan Dispenda Kabupaten/Kota sebagai PAD-nya. Bila argumentative penagihan pajak harus dilakukan oleh Distamben Provsu, maka Distamben Provsu harus transparan mengenai dana tunggakan pajak IUP pasca pencabutan kepada publik. Seperti berapa besar tagihan yang harus disetorkan ke Pemprovsu yang kemudian menjadi PAD. Jangan-jangan, Distamben Provsu tidak memiliki data-data IUP batuan, pasir dan kerikil tersebut. Sehingga penerapan pajaknya bisa dinegoisasikan dilapangan untuk penyelesaiannya,†terangnya.
Susilo menambahkan, terkait dengan pernyataan Kadistamben mengenai pencabutan IUP pasca keluarnya pengumuman Ditjen Minerba yang tidak akan dilaksanakan sampai seluruh pemegang IUP mineral logam dan batuan menyelesaikan tunggakan kewajiban pajaknya dan tidak beroperasi, menurutnya hal ini suatu pernyataan yang kontradiktif dan terkesan melawan keputusan Pemerintah Pusat.
“Bagaimana cara control Distamben Provinsi bahwa dilokasi IUP yang telah dicabut tidak terjadi kegiatan dilapangan pasca pengumunan Ditjen Minerba, sementara yang dikejar hanya kewajiban pajaknya oleh distamben provinsi?,†tanya Susilo.
Susilo menjelaskan, seharusnya Kadistamben Provsu menyerahkan seluruh dokumen pengumuman Ditjen Minerba No 226.Pm/04/DJB/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pengumuman kedua puluh dua rekonsiliasi IUP (Evaluasi Pusat) ke Pemerintah Kabupaten/Kota dan aparat penegak hukum.
“Sehingga ketika terjadi kegiatan dilokasi IUP yang telah dicabut, Pemkab/Pemkot dan aparat penegak hukum dapat menindaknya. Karena sudah masuk kedalam kegiatan illegal mining,†kata Susilo.
Laporan: Iam