KedaiPena.com – Keputusan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melarang ekspor batubara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022, disayangkan oleh Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid.
Ia menyatakan bukannya KADIN tidak mendukung pasokan batubara domestik untuk pasokan listrik nasional akan tetapi ia menyebutkan bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan sepihak dan tergesa-gesa.
“Pemerintah berupaya memulihkan perekonomian nasional ini tidak sendirian, tapi bersama-sama pelaku usaha. Ada peran penting pelaku usaha dalam memulihkan ekonomi nasional di masa pandemi, jadi kami sangat berharap, setiap kebijakan pemerintah yang berdampak pada dunia usaha dan perekonomian nasional seperti larangan ekspor batubara ini harus dibicarakan bersama,” kata Arsjad Rasjid dalam keterangan resminya, Minggu (2/1/2022)
Terlebih lagi saat ini perekonomian nasional sempat mengalami percepatan pemulihan akibat booming komoditas yang sangat dibutuhkan pasar global, salah satunya batubara. KADIN Indonesia melihat, banyak negara yang membutuhkan batubara dalam kapasitas besar dan harga tinggi, untuk menghidupkan kembali industrinya yang sempat mati suri akibat pandemi.
Terkait klaim langkanya pasokan, hasil penelusuran KADIN Indonesia, menunjukkan tidak semua PLTU grup PLN termasuk IPP mengalami kondisi kritis persediaan batubara. Selain itu pasokan batubara ke masing-masing PLTU, baik yang ada di bawah manajemen operasi PLN maupun IPP, sangat bergantung pada kontrak-kontrak penjualan atau pasokan batubara antara PLN dan IPP dengan masing-masing perusahaan pemasok.
“Anggota KADIN Indonesia banyak yang merupakan perusahaan pemasok batubara dan mereka telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batubara untuk kelistrikan nasional sebesar 25 persen yang sebagaimana diatur dalam Kepmen 139/2021, bahkan telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut sesuai harga untuk kebutuhan PLTU PLN dan IPP,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah dapat menerapkan sistem reward dan penalties yang adil dan konsisten, bukan memberlakukan sistem sapu jagat kepada seluruh perusahaan batubara.
“Ditambah lagi mengetahui bahwa kebutuhan PLN adalah kurang dari 50 persen dari jumlah produksi nasional dan pemberlakuan sistem ini akan mengurangi pendapatan PNPB serta pelaku bisnis harus menanggung biaya demurrage yang cukup signifikan,” ujarnya lagi.
Arsjad meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan ini. Pasalnya, banyak perusahaan batubara nasional yang juga terikat kontrak dengan luar negeri. Selain itu, kebijakan ini akan memperburuk citra pemerintah terkait dengan konsistensi kebijakan dalam berbisnis.
“Nama baik Indonesia sebagai pemasok batubara dunia akan anjlok. Selain itu, upaya kita untuk menarik investasi, memperlihatkan diri sebagai negara yang ramah investor dan iklim berusaha yang pasti dan dilindungi hukum akan turun reputasinya. Minat investor di sektor pertambangan, mineral dan batubara akan hilang, karena dianggap tidak bisa menjaga kepastian berusaha bagi pengusaha,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa KADIN Indonesia sebagai mitra setara dan strategis pemerintah senantiasa mendukung kebijakan dan peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah. Namun tentu saja dengan harapan besar agar KADIN Indonesia bisa dilibatkan atau paling tidak diminta klarifikasi dan dimintai solusi jika ada keluhan yang dialami oleh pihak pengguna batubara domestik termasuk PLN.
Yang dibutuhkan, lanjutnya, adalah sebuah konsistensi kebijakan untuk solusi jangka panjang. Karena itu KADIN Indonesia merekomendasikan agar segera dilakukan diskusi antara pemerintah, PLN dan pengusaha batubara guna mencapai solusi yang tepat, bukan hanya dari sisi pasokan tapi juga dari permintaan, seperti pelabuhan PLN, perencanaan ataupun procurement PLN.
“Kami berharap pemerintah bisa mendengar aspirasi dan klarifikasi dari teman-teman pengusaha. Kami bersama pemerintah juga berharap bisa mendapatkan solusi yang terbaik,” pungkasnya.
Laporan : Natasha