Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Banyak pihak menduga, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak murni masalah hukum. Tetapi, ada kekuatan besar yang ikut menentukan putusan PN Jakpus, yang intinya menunda pemilu.
Selama ini, pusat kekuatan besar tersebut ada di sekitar kekuasaan. Hal ini sulit dibantah, rekam jejak untuk itu sangat jelas. Banyak pejabat negara secara sistematis menyuarakan penundaan pemilu.
Ada Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, Ketua DPD La Nyalla Matalitti, Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Pemilu merupakan masalah sangat serius. Masalah demokrasi. Masalah Kedaulatan Rakyat. Masalah nasib bangsa dan rakyat yang berjumlah hampir 280 juta jiwa.
Karena itu tidak ada satu pihakpun yang boleh bermain-main dengan pemilu, apalagi dengan cara melanggar konstitusi.
Dua mantan presiden Indonesia, Megawati Soekarno Putri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), langsung bereaksi keras terhadap putusan PN Jakpus. Keduanya menolak keras penundaan pemilu.
Megawati yang juga Ketua Umum PDI-Perjuangan menegaskan “Atas dasar putusan MK maka berbagai upaya penundaan Pemilu adalah inkonstitusional. PDIP sikapnya sangat kokoh, taat konstitusi, dan mendukung KPU agar Pemilu berjalan tepat waktu. Karena itulah Ibu Megawati menegaskan agar KPU tetap melanjutkan seluruh tahapan Pemilu,” kata Hasto dalam keterangannya, Kamis, 2 Maret 2023.
Pernyataan Hasto/Megawati tersebut dapat diartikan, bahwa putusan PN Jakpus inkonstitusional sehingga batal demi hukum, dan silakan KPU lanjutkan seluruh tahapan pemilu.
“… maka PDIP demi menjaga konstitusi dan mekanisme demokrasi secara periodik melalui Pemilu 5 tahunan, menolak segala bentuk penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan,” kata Hasto.
Dengan demikian, konflik sedang terjadi: Putusan PN Jakpus yang menunda pemilu inkonstitusional.
Tetapi, sepertinya ada yang sedang bermain api dan menabur angin, tetap mau menunda pemilu dan merusak bangsa ini, melalui PN.
Untuk itu, SBY yang juga ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat mengingatkan, “jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Jangan ada yang menabur angin, kena badai nanti. Let’s save our constitution and our beloved country“.
SBY juga mencium ada aroma tidak sedap atas putusan PN Jakpus tersebut: “Menyimak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin (tentang Pemilu), rasanya ada yang aneh di negeri ini. Banyak pikiran dan hal yang keluar dari akal sehat. Apa yang sesungguhnya terjadi? What is really going on (apa yang sebenarnya sedang terjadi)?” kata SBY di akun Twitter pribadinya @SBYudhoyono.
Siapa yang coba-coba bermain api? Apakah nanti akan terbakar?
Yang jelas, beberapa pejabat negara yang dekat dengan kekuasaan, dan yang sedang berkuasa, pernah bersuara lantang mengusulkan penundaan pemilu.
Tidak heran, banyak pihak menduga mereka bagian dari api penundaan pemilu, yang sedang dimainkan di PN Jakpus ini, melalui KPU dan Partai Prima.
Karena itu, Jokowi tidak bisa berdiam saja. Jokowi harus bersuara dan menunjukkan sikap tegas terhadap putusan penundaan pemilu PN Jakpus yang melanggar konstitusi, bahwa:
Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Semoga tidak ada yang bermain api, nanti terbakar!
[***]